Bagi jutaan masyarakat Indonesia, jamu menjadi salah satu minuman yang kerap dikonsumsi untuk tujuan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Meski demikian, perkembangan jamu pada masa ini terkendala berbagai hal, termasuk di antaranya berkembangnya berbagai informasi yang tidak akurat seputar pemanfaatan obat herbal.
Lima mahasiswa UGM berupaya untuk meningkatkan literasi masyarakat terhadap tanaman herbal dan jamu untuk mendorong berdirinya Kampung Pintar Wawasan Jamu (KAPIWAJA) di Kampung Ledok Tukangan, Danurejan, Kota Yogyakarta.
“Jika kita melihat di berbagai daerah di Indonesia sebenarnya sudah banyak program-program tentang pemberdayaan jamu. Namun, kendala yang kerap dihadapi khususnya di Kampung Ledok Tukangan adalah kurangnya informasi masyarakat tentang identifikasi tanaman herbal serta saintifikasi jamu secara pengolahan maupun manfaatnya,” tutur Dendi Dwiki Cahyanto, mahasiswa Fakultas Farmasi UGM.
Tidak hanya itu, ia menyebut bahwa banyaknya informasi yang salah atau biasa disebut berita hoaks yang beredar tentang kesehatan juga dapat menjadi kendala serius yang menyebabkan bias dan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pengobatan.
“Menurut beberapa Apoteker di RSUP Sardjito mengaku bahwa setiap bulannya ada pasien yang datang karena mendapatkan informasi yang salah tentang pengolahan dan pemanfaatan obat herbal dan jamu,” ucapnya.
Program yang menjadi bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini ia kerjakan bersama empat mahasiswa lain yang juga berasal dari Fakultas Farmasi, yaitu Pranadhia Mahirssa, Anisa Berliana Dian Aini, Husni Shofiana Ulfa, dan Orin Dwipoyanti, di bawah bimbingan Dr. Djoko Santosa, M. Si.
Wacana pencerdasan mengenai informasi yang benar, ujarnya, akan menjadi solusi yang kuat ketika mampu diintegrasikan dalam konsep kampung pelopor wisata budaya jamu di daerah Kampung Ledok Tukangan. Para mahasiswa mengupayakan hal tersebut dengan memberikan pelatihan literasi dan pemberian informasi seputar kesehatan, jamu, dan tanaman herbal yang tersaintifikasi.
Rangkaian program ini meliputi pembentukan kader toga dan peracik jamu, penyuluhan tentang literasi jamu dan tanaman herbal, pelatihan pembuatan jamu, dan festival jamu sebagai program puncak. Diselenggarakan sejak bulan Maret hingga Agustus mendatang, program tersebut melibatkan warga Ledok Tukangan, khususnya paguyuban senam ibu-ibu di Kampung Ledok Tukangan.
Selain memberikan penyuluhan, para mahasiswa juga membekali para peserta dengan teknik pembuatan jamu tradisional untuk mengobati beragam jenis penyakit. Ilmu ini, menurut Dendi, tidak hanya bisa dimanfaatkan secara pribadi, tetapi juga menjadi bekal untuk membuat beragam produk jamu yang memiliki nilai jual.
Festival jamu dan tanaman herbal rencananya akan diselenggarakan di akhir periode program ini untuk menyebarluaskan pemahaman tentang jamu dan tanaman herbal. Di samping itu, kegiatan ini juga dapat menjadi ajang untuk memperkenalkan Desa Ledok Tukangan pada masyarakat umum dan mendukung pergembangan desa tersebut menjadi desa wisata yang terintegrasi.
“Dengan program KAPIWAJA, warga Kampung Ledok Tukangan diharapkan dapat memanfaatkan jamu dan tanaman herbal di sekitar lingkungannya secara tepat khasiat dan aman, dan menjadikan program ini wadah untuk melestarikan budaya jamu,” pungkasnya. (Humas UGM/Gloria)