Prof. Jian Bang Deng dari Universitas Thamkang, Taiwan, memberikan presentasi yang berjudul “What kind of Future we want?” atau Masa depan seperti apa yang kita inginkan?”. Ia adalah seorang profesor dalam bidang sosiologi di The Graduate School of Future Studies yang sekarang sedang menjadi visiting Professor di Pusat Unggulan IPTEK bidang sosial, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara, UGM.
Dalam presentasinya, Prof. Deng memaparkan bahwa future studies merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang masa depan yang mungkin dan diharapkan akan terjadi. Lebih lanjut, ia menjelaskan pentingnya mempelajari future studies dan apakah masa depan dapat diprediksi.
“Sebagai makhluk yang tidak pernah puas, manusia akan terus mencari hal yang lebih baik dan mengharapkan terciptanya masyarakat yang lebih baik pula. Oleh karena itu, kita membutuhkan pendekatan khusus untuk melihat masa depan serta berbagai teori untuk membantu kita memahami seperti apa bentuk dari masyarakat yang baik dan bagaimana kita menciptakannya,” terangnya.
Sebagai seorang sosiolog, Prof. Deng menjelaskan bagaimana sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat, terhubung erat dengan future studies dan para peneliti. Ia kemudian menjelaskan bagaimana sosiologi menganalisis masyarakat yang terfokus pada diri mereka baik di masa lalu, masa sekarang dan masa depan.
Ia mengutip Markus Schluz (2016) yang menyatakan bahwa refleksi masa lalu mengenai masa depan memberikan asumsi bahwa masa depan telah ditentukan. Sementara itu, bagi sosiolog seperti Auguste Comte dan Karl Marx, sosiologi adalah ilmu yang memberikan pandangan pada masyarakat akan masa depan. Auguste Comte menetapkan sosiologi sebagai ilmu positif dan dapat mengarahkan masyarakat ke masa depan yang lebih baik. Marx juga memberikan pandangan tentang optimisme pada masa depan. Sebagai seorang aktivis, Marx percaya pada kekuatan kreativitas, namun dia mengakui akan struktur yang lebih besar dan pengaruh peran masa lalu.
“Beberapa tokoh yang telah saya paparkan menunjukkan bahwa masa depan sudah lama memainkan peran penting dalam esai para pemikir sosiologis, khususnya para sosiolog klasik,” ungkapnya.
Lalu bagaimana masa depan dapat dipelajari ketika hal ini dianggap sebagai sebuah kesatuan dan tidak dapat diprediksi? Prof. Deng memperkenalkan 4 pendekatan utama dalam Future Studies oleh Schulz. Keempatnya antara lain: ramalan yang spesifik (specific forecasts), simulasi dari kemungkinan masa depan yang mungkin terjadi (scenario building of alternative futures), ilmu tentang imajinasi sosial dan realisasi masa depan (studies of social imagination and future making) serta penelitian normatif dan norma-analitis tentang masa depan yang diinginkan (normative and norm analytical research).
Untuk memperjelas aplikasi future studies dalam ilmu sosial, Prof. Deng menunujukkan sebuah penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa Universitas Tamkang pada 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa di Taiwan lebih khawatir pada ketidakpastian pekerjaan, kesehatan, dan tinggal terpisah dari pasangan mereka pada usia 40 tahunan, daripada bekerja di luar negeri, memiliki anak dan menikah, atau ketika mereka menginjak usia 40 tahun.
Hasil dari penelitian tadi, menurut Prof. Deng, juga menunjukkan bahwa generasi muda Taiwan lebih peduli terhadap isu pekerjaan yang saat ini memasuki masyarakat global dan tidak pastinya peningkatan karier dibanding masa lalu. Ia menyatakan bahwa hal itu seperti yang diutarakan Schulz bahwa masa depan tidak begitu saja terjadi tapi dibuat dan ada berbagai pilihan.
“Penelitian tentang masa depan menginvestigasi tren saat ini tentang masa depan yang mungkin terjadi dan akan membantu kita menciptakan masa depan yang diinginkan. Begitu pula bagi negara-negara ASEAN saat semua anggotanya berharap akan menjadi lebih baik di masa depan. Future Studies diharapkan mampu memberikan pendekatan baru untuk berkontribusi menciptakan masyarakat ASEAN yang diinginkan,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)