
Tahun ini UGM kembali menyelenggarakan Disaster Research, Community Empowerment, and Microeconomics (DREaM), program musim panas yang diikuti mahasiswa dari berbagai negara.
Diselenggarakan pada 17-30 Juli 2019, DREaM 2019 mengusung tema Community Improvement through Women Empowerment. Salah satu acara yang menjadi rangkaian kegiatan DREaM adalah kuliah umum yang menghadirkan dua aktivis perempuan, Lily Puspasari dan Yenny Wahid.
“Kesetaraan gender di Indonesia mengalami banyak perbaikan dalam dua tahun terakhir. Meski demikian, masih ada banyak area yang memerlukan perbaikan,” tutur Yenny.
Direktur Wahid Foundation ini menuturkan bahwa perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki, salah satunya dalam akses terhadap lapangan kerja serta kesempatan usaha.
“Bisnis yang dimiliki oleh seorang perempuan menghasilkan keuntungan yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang dimiliki oleh laki-laki,” terangnya.
Selain itu, salah satu persoalan yang ia temukan adalah banyaknya perempuan yang terpapar pada radikalisme dan bahkan terlibat aktif di dalam kelompok radikal. Padahal, menurut riset, perempuan cenderung lebih toleran dan terbuka terhadap perbedaan di tengah masyarakat.
Untuk itu, ia menekankan perlunya upaya untuk melakukan pemberdayaan perempuan sebagai agen-agen perdamaian yang bisa memberikan kontribusi nyata di tengah masyarakat.
“Ini adalah potensi yang sangat besar untuk menjadikan perempuan sebagai agen perdamaian, agen yang membuat perubahan di tengah masyarakat kita,” tutur Yenny.
Program Management Specialist pada UN Women Indonesia, Lily Puspasari, menyebutkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan masih dapat ditemukan di berbagai area seperti hukum dan politik, norma dan perlakuan sosial, serta stereotipe berbasis gender.
Ia pun mengundang para peserta yang hadir, baik perempuan maupun laki-laki, untuk terlibat di dalam transformasi menuju sebuah dunia yang lebih memperhatikan hak-hak kaum perempuan.
“Butuh lebih banyak transformer yang memimpin perubahan kepada masyarakat yang lebih inklusif dan memiliki kesetaraan gender,” ucapnya.
Sebagai salah satu agenda utama DREaM 2019, sesi kuliah umum ini menjadi sarana untuk mempertemukan peserta dengan para pendidik, pembuat kebijakan, peneliti, aktivis, dan masyarakat sipil di dalam sebuah forum diskusi yang dinamis. Berkaitan dengan tema yang diusung, peserta diharapkan dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan perihal peranan dan pemberdayaan perempuan di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, terutama dari negara asal masing-masing peserta.
DREaM sendiri dirancang sebagai sebuah program yang dikhususkan untuk mahasiswa internasional yang ingin lebih mengenal Indonesia, baik dari aspek budaya maupun pendidikan. Meski demikian, dalam program ini para peserta tidak sekadar diajak untuk mempelajari budaya Indonesia, tetapi juga turut membahas berbagai tema strategis seperti isu-isu seputar pangan, kemanusiaan, agama, dan pendidikan.
Selain memperoleh pengetahuan teoretis melalui sesi-sesi yang diadakan di dalam kelas, peserta DREaM juga diberikan kesempatan untuk terjun secara langsung di tengah masyarakat. Selama dua minggu ke depan, mahasiswa akan mengikuti berbagai kegiatan seperti kuliah umum, pengabdian masyarakat, program magang dan ekskursi. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)