
Setiap negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengurangi jumlah penduduk miskin agar tercipta keadilan sosial di seluruh lapisan masyarakat. Namun begitu, konsep pembangunan yang selama ini ditekankan hanya pada bidang ekonomi semata. Sementara pembangunan sosial belum diprioritaskan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan konkret dari pemerintah dan pemangku kepentingan untuk bersama-sama menciptakan keadilan sosial melalui pendekatan pembangunan sosial dan kesejahteraan.
Demikian yang mengemuka dalam penutupan International Conference ke 21st International Consortium for Social Development (ICSD) yang diselenggarakan oleh Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK), Fisipol, Jumat sore (19/7). Pertemuan ini dihadiri oleh ratusan pakar pembangunan sosial dari 28 negara yang menyampaikan pemikirannya dan pengalaman praktis masing-masing negara dalam konsep penguatan pembangunan sosial untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Guru Besar UGM Bidang Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Fisipol UGM, Prof. Dr. Susetiawan, menyatakan bahwa ketidakadilan, penindasan dan kerentanan melatarbelakangi adanya perlindungan atas hak asasi manusia. Menurutnya, pelanggaran hak asasi manusia mengarah pada proses dehumanisasi. “Keberadaan perlindungan hak asasi manusia sendiri mendukung pembangunan sosial dan pemberdayaan,“ katanya.
Namun demikian, imbuh Susetiawan, pendekatan hak asasi manusia selama ini masih menitikberatkan pada pendekatan individual sehingga cenderung mengesampingkan hak-hak kolektif. Padahal, terdapat masyarakat yang mendasarkan hak asasinya pada prinsip komunalitas. “Untuk itu diperlukan pemikiran ulang terkait dengan hak asasi manusia demi mencapai keadilan sosial,”katanya.
Sementara peneliti sosial dari University of Johannesburg, Afrika Selatan, Prof. Leila Patel, mengatakan pembangunan sosial merupakan kunci utama untuk mencapai tujuan keadilan sosial. Sebab, pembangunan selama ini lebih banyak fokus pada pembangunan ekonomi. Seharusnya pembangunan ekonomi menyeimbangkan dengan pembangunan sosial. “Dalam praktiknya pembangunan sosial memberikan investasinya pada banyak bidang lain seperti pendidikan, kesehatan yang membutuhkan pendekatan multidisiplin”katanya.
Selain pendekatan sosial, pembicara lain juga menekankan pendekatan ekologi di tengah persoalan keterbatasan energi, ketidaksetaraan dan ketidakmerataan ekonomi. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk mempromosikan dan mendorong kesadaran masyarakat untuk peduli lingkungan.
Presiden The International Association of Schools of Social Work (IASSW) mengatakan ada empat prinsip kerja dalam pembangunan sosial melalui pendekatan ekologi. Empat prinsip kerja tersebut ialah respek dan dan peduli terhadap kehidupan komunitas, memiliki integritas pada ekologi, peduli terhadap keadilan ekonomi dan sosial, dan berbasis pada demokrasi yang menolak adanya kekerasan dan mengupayakan keadilan. Menurutnya, keempat prinsip tersebut semestinya diterjemahkan dalam praktik-praktik pembangunan sosial yang termanifestasikan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat, pendayaan masyarakat dan pembangunan modal sosial.
Tidak hanya pemerintah saja yang terlibat dalam perbaikan lingkungan dan mewujudkan pembangunan sosial, menurut Ir. Sigit Reliantoro, M.Sc, Sekretaris Direktorat Jenderal Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah memiliki Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan (Proper) untuk mendorong perusahaan berperan aktif dalam upaya pencapaian keadilan sosial. “Tanggung jawab sosial lingkungan ini sebagai upaya perusahaan berkomitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan SDGs,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)