![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2019/08/02081915647318131536637159-765x510.jpg)
Pakar kedokteran keluarga FKKMK, Dr. dr. Wahyudi Istiono, mengatakan dokter keluarga tidak hanya diperlukan untuk melayani pengobatan bagi anggota keluarga, namun bisa melakukan tindakan preventif untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang sehat dan menurunkan jumlah kasus penyakt tertentu. Oleh karena itu, metode layanan kesehatan dokter keluarga perlu diperkuat untuk mencegah anggota keluarga yang menderita jenis penyakit yang sama. “Prinsip kedokteran keluarga itu menangani banyak kasus penyakit agar bisa dicegah. Misalnya jika ada kasus DM (Diabetes mellitus) dan jangan sampai ada DM lagi di keluarga itu atau kasus skabies,” kata Wahyudi selaku pembicara dalam bedah buku “Mewujudkan Keluarga Sehat dengan Dokter Layanan Primer” di Ruang Theater, Gedung Perpustakaan FKKMK UGM, Kamis (1/8)
Menurut Wahyudi semua penyakit bisa dicegah sejak dini agar tidak terkena pada stadium lanjut. Namun, menurutnya konsep layanan kesehatan preventif saat ini belum gencar dilaksanakan. Tidak hanya itu, metode pengembangan layanan kesehatan preventif pun sebaiknya perlu diperbaiki,”Layanan kesehatan preventif masih kurang dikenalkan dan metodenya belum banyak dikembangkan,” katanya.
Ia berpendapat layanan dokter keluarga perlu dimaksimalkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta menurunkan tingkat insidensi penyakit di sebuah keluarga. “Sebab, anggota keluarga yang sehat dan sakit itu bisa berkonsultasi dengan dokter keluarga,” paparnya.
Praktisi kesehatan sekaligus kepala Puskesmas Nglipar I Gunungkidul, dr. Diah Prasetyorini, M.Sc., menyampaikan pengalamannya dalam memberikan layanan kesehatan di daerah pedesaan. Menurutnya, kegiatan puskesmas diarahkan ke layanan kuratif dan preventif. Namun, umumnya pasien yang datang ke puskesmas adalah bersifat kuratif. Sementara ini jumlah pasien yang datang ke puskesmas justru meningkat drastis semenjak adanya program BPJS, sementara jumlah dokter hanya dua orang per puskesmas.
Berdasarkan pengalamannya dalam melakukan layanan kesehatan preventif, ia mengakui kesadaran masyarakat untuk berobat secara teratur masih sangat kurang. Ia menyebutkan dari 12 indikator keluarga sehat, persoalan yang sering ditemui di lapangan berupa masih adanya anggota keluarga yang merokok, menderita hipertensi tapi tidak berobat teratur, dan keikutsertaan mereka pada program KB masih rendah.
Selain menghadapi kendala masih minimnya berobat secara teratur, menurutnya diperlukan upaya untuk mengubah paradigma masyarakat bahwa yang berkunjung ke puskesmas bukanlah pasien yang sakit saja. “Yang sehat juga, tapi sekarang malah banyak pasien sakit, kita bisa bayangkan di lapangan banyak yang tidak berobat secara teratur, sementara di era BPJS pemberian layanan, kebijakannya bisa berubah sewaktu-waktu,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)