Bahasa Indonesia diharapkan terus bermartabat dan mampu menjadi bahasa dunia. Sebab, seperti negara Jiran Malaysia, mereka begitu bersemangat untuk menjalankan bahasa mereka sebagai bahasa internasional.
Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak melakukan hal yang sama. Bukan berarti meniru tetapi bagaimana menempatkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang strategis sebagai salah satu ujung tombak diplomasi kebudayaan.
“Bahasa Indonesia semestinya secara terus menerus dirawat dan salah satu caranya terkait soal pembelajaran Bahasa Indonesia untuk penutur asing khususnya di UGM,” ujar Dr. Sudibyo, di ruang Humas UGM, Selasa (6/8) saat jumpa pers menjelang penyelenggaraan Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA) XI.
Ketua Panitia KIPBIPA XI ini menuturkan Universitas Gadjah Mada melalui program INCULS Fakultas Ilmu Budaya setiap tahun menerima 100 mahasiswa asing dari penjuru dunia untuk belajar Bahasa Indonesia. Para mahasiswa asing sebelum masuk ke fakultasnya masing-masing diwajibkan mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia beberapa bulan sebelumnya.
“Jadi, inilah antara lain yang selalu dibicarakan dalam kesempatan konferensi yaitu soal standardisasi. Bagaimana membuat standar pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing agar pembelajaran Bahasa Indonesia untuk penutur asing di seluruh Indonesia memiliki kualitas yang standar,” tuturnya.
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) merupakan salah satu kegiatan yang ditujukan untuk mewadahi para peneliti, pengajar, pegiat, dan pemerhati bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) di seluruh dunia untuk mendiskusikan berbagai persoalan terkait ke-BIPA-an. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA (APPBIPA) setiap dua tahun sekali dengan menggandeng institusi penyelenggara BIPA.
KIPBIPA XI tahun 2019 diprakarsai oleh Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA (APPBIPA) Cabang Yogyakarta dan bekerja sama dengan Indonesian Culture and Language Learning Service (INCULS) UGM dengan mengangkat tema “Pengembangan BIPA pada Era Revolusi Industri 4.0”. Kegiatan ini mendapat dukungan dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan melalui Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK), Balai Bahasa Yogyakarta, serta APPBIPA Pusat.
Kegiatan yang akan digelar di Gedung Soegondo Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, selama tiga hari, 7—9 Agustus 2019 ini diharapkan dapat menghasilkan embrio rumusan standardisasi pengajaran BIPA yang meliputi kompetensi (pelevelan) dan materi ajar, proses pembelajaran dan penilaian, serta pelatihan dan pengajar. Selain itu, diharapkan mampu mengintegrasikan hasil kajian dalam bidang ilmu sosial humaniora dan sains-teknologi dengan pengembangan pembelajaran BIPA, serta menghasilkan sinergi antar berbagai unsur yang bergerak di dunia ke-BIPA-an, seperti dunia usaha dan dunia industri sehingga dapat memperluas jejaring BIPA.
Konferensi ini akan menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri, diantaranya Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. (Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum. (Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan), Prof. Dr. Yang Seung Yoon, Ph.D. (Hankuk University of Foreign Studies, Korea), dan Prof. Datuk Dr. Awang Sariyan (Universiti Pendidikan Sultan Idris, Malaysia), dan Dr. Sailal Arimi, M.Hum. (Inculs, Universitas Gadjah Mada). Pembicara lainnya adalah Dr. Liliana Muliastuti, M.Pd. (Ketua Umum APPBIPA), Prof. Antonia Soriente (University of Naples Orientale, Italia), Dr. Adrian Budimamn (ACICIS Resident Director, Australia) dan Furihata Masashi, M.A. (Tokyo University of Foreign Studies).
Dr. Sailal Arimi, M.Hum dari Inculs, Universitas Gadjah Mada menambahkan keinginan bahasa Indonesia dijadikan bahasa internasional dikarenakan Bahasa Indonesia sudah dipakai lebih dari 45 negara di dunia. Bahasa Indonesia sudah diajarkan di beberapa negara, bahkan di Vietnam sudah dijadikan bahasa kedua yang diajarkan secara resmi di negara tersebut.
“Secara strategis mengapa bahasa Indonesia atau Melayu Indonesia itu bisa digolongkan sebagai bahasa internasional karena di kawasan ASEAN bahasa Indonesia itu menjadi bahasa pengantar utama baik di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand Selatan, Brunei, Filipina Selatan dan sejumlah diaspora negara-negara yang menggunakan bahasa Indonesia, seperti di Korea ada aktivitas 3 universitas yang menyelenggarakan program studi bahasa Indonesia, juga ditemui di Jepang, Tokyo University, dan beberapa universitas di China sekarang seperti di Busan University atau di Guangzhou University,” katanya.
Menurut Dr. Novi Siti Kussuji Indrastuti keinginan menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang. Oleh karena itu, sebagai tantangan hal ini seharusnya mendapat penguatan secara internasional untuk daya saing bangsa.
Para pekerja asing atau mahasiswa asing seharusnya memiliki kompetensi dalam berbahasa Indonesia ketika berada di Indonesia sehingga mereka yang bekerja atau belajar di Indonesia dinilai sebagai orang-orang pilihan yang memiliki kemampuan bahasa Indonesia yang luar biasa.
“Oleh karena itu, harus ada penguatan secara internal, bagaimana kita harus bangga dengan bahasa kita sendiri. Jadi, nasionalisme dalam bahasa itu perlu ada penguatan dan ini saya kira sudah harus mulai sejak dini sehingga kita justru lebih bangga dengan penggunaan bahasa Indonesia daripada bahasa bahasa asing,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung; foto: Vino)