Dosen Magister Administrasi Publik (MAP), Fisipol UGM, Dr. Nurhadi Susanto, mengatakan pertimbangan pemerintah dalam pembangunan jalan tol selama ini masih difokuskan pada pertimbangan kemanfaatan distribusi barang dan orang, belum secara spesifik menyebutkan pertimbangan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang digunakan sebagai modal pembangunan jalan tol. Hal itu dikemukakan Nurhadi Susanto dalam Diskusi yang bertajuk Urgensi Perlidungan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan Jalan Tol di di Ruang Seminar Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Jumat (16/8) lalu.
Ia berpendapat pembangunan jalan tol seharusnya merupakan bagian dari pembangunan transportasi karena dalam Sistem Tranportasi Nasional (Sistranas), salah satu tujuannya adalah mendukung pengembangan wilayah dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana transportasi. “Perwujudan sarana dan prasarana transportasi antara lain adalah dengan membangun jaringan transportasi dalam bentuk jalan,” katanya.
Namun, cara berpikir antroposentris yaitu manusia pusat segala-galanya dan alam harus tunduk pada keinginan manusia sebagai penyebab maraknya bencana ekologi di Pulau Jawa. Tingginya sebaran lahan kritis di Pulau Jawa diiringi dengan semakin menyusutnya luas hutan membawa dampak serius pada indeks kualitas hutan, udara, dan air yang pada gilirannya menjadi ancaman potensial/serius terhadap daya dukung ekosistem di Pulau Jawa.
Ia mengutip data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menunjukkan angka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Jawa tahun 2016 berada pada angka 52,44 masuk pada kategori “sangat kurang”. Hasil kajian tentang IKLH Pada Tahun 2017 justru berbanding terbalik dengan kondisi eksisting. Menurut Kemen LHK peningkatan nilai IKLH Nasional terjadi karena kontribusi yang besar dari IKU. Persentase kenaikan IKU (Indeks Kualitas Udara) terhadap kenaikan IKLH adalah sebesar 221,1 persen, sedangkan persentase penurunan IKA (Indeks Kualitas Air) dan IKTL (Indeks Kualitas Tutupan Lahan) terhadap kenaikan nilai IKLH masing-masing sebesar 69,5 persen dan 51,6 persen.
Kondisi tersebut selaras dengan persepsi tentang kerusakan lingkungan akibat pembangunan jalan tol, sebagaimana pendapat Walhi Jawa Tengah yang menyatakan bahwa beberapa proyek jalan tol di Jawa Tengah mengalihfungsikan lahan-lahan hijau menjadi jalan. “Kondisi ini yang akan mempercepat kerusakan lingkungan,”katanya.
Pembangunan infrastuktur jalan tol secara fisik merubah fungsi lahan dan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) pada area yang dilewati. Mengabaikan aspek lingkungan hidup dalam pembangunan jalan tol akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup dan kehidupan dalam jangka panjang. “Tahapan yang dilakukan dalam pembangunan jalan tol, sejak disusunnya Pra Konstruksi, Konstruksi dan Operasionalisasi belum menyentuh tentang aspek lingkungan hidup sehingga dampak kerusakan dalam jangka panjang tidak diprediksikan dan diantisipasi dengan baik,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)