Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) Universitas Gadjah Mada berhasil mengoleksi 1.111 jenis sayuran yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Koleksi berbagai jenis sayuran tersebut disimpan dalam Bank Genetika Sayuran sebagai bentuk penyimpanan plasma nutfah sayuran pertama di Indonesia.
Peneliti PIAT, Dr. Siwi Indarti, mengatakan saat ini sebagian besar dari ribuan jenis sayuran tersebut berupa kacang panjang, cabai, timun bahkan ada jenis sayuran yang hampir punah seperti kecipir dan kenikir. “Kita ingin mengumpulkan sayuran tropis khas daerah. Selain disimpan kita juga mengembangkannya untuk disilangkan,” kata Siwi kepada wartawan usai membuka UGM Vegetable Expo yang berlangsung di kompleks PIAT yang berada di Kalitirto, Berbah, Kabupaten Sleman, Jumat (24/8)
Menurut Siwi mengoleksi berbagai jenis tanaman sayuran ini akan terus dilakukan dengan melibatkan para mahasiswa yang mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata dan dikirim ke seluruh pelosok daerah. Menurutnya, biasanya mahasiswa yang kembali dari kegiatan KKN selama dua bulan akan mengumpulkan berbagai jenis macam sayuran di setiap lokasi KKN dalam bentuk benih. “Selanjutnya kita sortir di sini, diperbanyak dan dikarakterisasi untuk memilih keungggulannya masing-masing,” ujarnya.
Ia mencontohkan untuk tanaman cabai saja setiap daerah memiliki karakter dan keunggulan masing-masing, dari yang tahan hama dan penyakit hingga tingkat produktivitasnya. “Kemudian kita silangkan dengan jenis sayuran yang sama dari daerah lain untuk mendapatkan jenis varietas baru,” paparnya.
Dikatakan Siwi, pihaknya baru melakukan koleksi bank genetik sayuran ini sejak setahun yang lalu. Meski relatif baru, pihaknya merencanakan pada tahun 2022 akan bisa meluncurkan varietas tanaman sayuran baru dari hasil persilangan berbagai koleksi genetik yang sudah dikumpulkan tersebut. “Target kita tahun 2022 sudah ada varietas baru,” katanya.
Menyinggung kegiatan UGM Vegetabvle Expo yang dilaksanakan selama dua hari, 23-24 Agustus, menurut Siwi, hal ini sebagai upaya mempromosikan gerakan masyarakat mengonsumsi sayuran dari benih sayur yang bermutu tinggi. “Kita ingin mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya konsumsi sayuran,” katanya.
Asti Irwandiyah, selaku pegiat Warung Petani DIY, mengatakan pihaknya menggandeng sekitar 300-an petani untuk diajak memproduksi tanaman sayuran bermutu tinggi melalui kegiatan pengolahan pertanian berkelanjutan. Selanjutnya, hasil panen dari petani dibeli dan dipasarkan langsung oleh kelompok warung tani dengan harga tinggi. “Kami ingin memangkas rantai distribusi hasil panen petani, kami pasarkan secara online dan offline lewat komunitas,” katanya.
Meski baru berjalan selama satu tahun, kata Asti, setiap harinya omset penjualan hasil panen petani ini berkisar di angka Rp1-2 juta per hari. Sebelumnya, petani diikutkan pada kegiatan sekolah tani untuk bisa megolah sayuran dan buah-buahan hasil panen menjadi produk yang memiliki nilai tambah. “Kita mengajari mereka mengolah pasca panen dan menanam sayuran yang sudah langka, seperti membuat jus daun kelor, jus buah bit, jus daun pegagan, manisan jahe, dan aneka salad,” katanya.
Namun demikian, kata Asti, para petani ini juga harus memperhatikan produk olahan hasil panen mereka agar terbebas dari bahan pengawet, pewarna, pemanis, pengental dan pemutih.
UGM Vegetable Expo yang berlangsung selama dua hari ini dalam rangka memeriahkan kegiatan Dies Natalis UGM ke-70 yang diisi dengan kegiatan senam massal, lomba mewarnai, festival lotek, pameran umkm, serta kegiatan panen raya sayuran seperti kangkung, bayam merah dan hijau, kacang panjang, ketimun serta kecipir dan bawang merah yang dilaksanakan pada Sabtu (24/8) di kompleks kebun PIAT UGM. (Humas UGM/Gusti Grehenson)