
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah mulai berlaku setelah diundangkan pada 13 Agustus 2019 telah mengundang keresahan di kalangan peneliti. Keresahan tersebut terutama menyangkut keberadaan peneliti asing di Indonesia.
Berita viral yang sempat beredar menyatakan peneliti asing yang datang ke Indonesia dikenai sanksi denda dan kurungan. Padahal, jika mau mencermati dan mengamati UU ini sesungguhnya jelas disebutkan yang terkena sanksi adalah peneliti asing yang datang ke Indonesia tanpa izin.
“Yang ada di UU ini adalah bagi peneliti asing tanpa izin, ia pertama kali akan mendapat kena sanksi blacklist dan dipulangkan. Jika kemudian bandel dan datang kedua kali tanpa izin lagi maka ia terkena sanksi denda hingga 4 miliar dan dipulangkan dan kalau masih membandel lagi, datang kesini tanpa izin maka ia akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan meneliti selama 5 tahun,” ujar Dr. Muhammad Dimyati, di Sekolah Pascasarjana UGM, Jumat (23/8) saat berlangsung diskusi pengelolaan peneliti asing terkait UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tahun 2019.
Muh Dimyati selaku Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti menyatakan semua peneliti yang datang ke Indonesia wajib memperoleh izin. Semua boleh membawa sampel, namun harus mengikuti regulasi yang ada di Indonesia.
Soal peneliti ini, katanya, pemerintah pada prinsipnya tidak melarang tetapi harus mengikuti regulasi yang ada. Demikian pula hal yang menyangkut biodiversity yang dimiliki Indonesia untuk bahan penelitian maka peneliti Indonesia dan peneliti asing wajib melengkapi dengan perjanjian dan dokumen.
Ditandaskannya, bila lahirnya UU No 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ini memberikan perhatian yang cukup baik dalam melindungi peneliti dan perekayasa. UU ini tidak sekadar memberikan jaminan sosial atau hukum, melainkan untuk mereka yang melakukan penelitian dan pengembangan dan lolos dari komisi etik tidak bisa dikenai sanksi.
“Ini satu norma untuk teman-teman profesi yang seringkali ketakutan dalam melakukan penelitian karena telah banyak korban, sebab yang dianggap menyimpang itu sebetulnya merupakan bagian metode yang dirancang dari awal,” katanya.
UU inipun terbuka bagi banyak pihak atau orang-orang yang memiliki kemampuan dengan metode penelitian dalam menemukan berbagai hal. UU ini memberikan formulasi dan kesempatan pada mereka untuk menjadi peneliti yang profesional.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M., menambahkan soal peneliti asing ini penting sebab Indonesia saat ini tengah giat-giatnya mengadakan join research dan join publication dengan peneliti-peneliti asing. Ada banyak hal dan pengalaman dimiliki peneliti Indonesia dan peneliti asing yang bisa dikolaborasikan.
“Tapi tentunya para peneliti dari negara-negara maju memiliki peralatan yang jauh lebih canggih dari peralatan kita sehingga adanya join research dan join pubikasi ini akan sangat membantu dalam perangkingan,” ungkapnya. (Humas UGM/ Agung).