‘The show must be go on’ barangkali sepenggal kalimat untuk melukiskan keberadaan sekolah darurat (SD). “Rumah dan sekolah boleh hancur tetapi sekolah harus jalan terus†demikian komitmen Menteri Pendidikan Nasional. Hal ini mengisyaratkan bahwa kehancuran bangunan fisik bukan berarti menghancurkan semangat dan motivasi belajar siswa. Data yang dilaporkan sejumlah 526 bangunan sekolah di Propinsi DIY rusak, rusak berat, dan hancur. Sekolah Tenda, begitulah yang sudah, sedang, dan akan dilakukan oleh Forum Fakultas Psikologi se DIY di bawah koordinasi Fakultas Psikologi UGM bekerjasama dengan DikNas Propinsi DIY menyelenggarakan Sekolah Tenda ini.
Jangka pendek, Sekolah Tenda ini bertujuan memberikan intervensi psikologis bagi siswa dan guru terhadap stress dan trauma akibat gempa. Berbagai aktivitas non-kurikuler yang dilakukan pada tahap awal adalah menstimulasi emosi senang dan gembira, sedemikian rupa sehingga perasaan takut atau cemas terhadap gempa susulan dapat diminimalkan.
Mengapa stimulasi emosi senang dan gembira? “Aktivitas ini memang yang diutamakan pada tahap pertama iniâ€, begitu yang disampaikan oleh Dra. Avin Fadilla Helmi, M.Si selaku koordinator Divisi Sekolah Darurat dari Crisis & Recovery Center Fakultas Psikologi UGM. Dengan aktivitas outdoor dan gerakan-gerakan olah raga ringan, siswa siswi tersebut melepaskan ketegangan yang selama lebih dari seminggu dialami. Jika rasa sedih dan takut dibiarkan berlarut-larut, kesulitan belajar akan menimpa sehingga siswa sulit konsentrasi dan malas belajar. Setelah tahap pertama dilalui, tahap kedua adalah stimulasi kognisi untuk menumbuhkan daya kreativitas. Dan tahap ketiga, stimulasi membangkitkan kepedulian pada lingkungan sekitar.
Pendampingan pada SD ini telah dan akan dilakukan 5 – 29 Juni 2006 untuk 25 sekolah tiap minggunya. Pendampingan dilakukan kurang lebih oleh 200 mahasiswa fakultas Psikologi se DIY yang telah diberikan bekal selama 3 hari. Tidak tanggung-tanggung, ’suhu’ pelatihan UGM Prof. Dr. Djamaludin Ancok sendiri yang terjun sebagai komandan Tim pelatih. Ini merupakan salah satu bentuk komitmen psikologi di dalam kondisi bencana ini, begitulah beliau berujar.
Tujuan jangka menengah program Sekolah Darurat adalah menyiapkan guru dalam mengajar di dalam tenda. Sebagaimana diketahui banyak donatur tenda, dan tiap sekolah sudah mendapatkan sumbangan tenda. Pertanyaannya, program sekolah tenda yang akan dilakukan yang seperti apa? Crisis & Recovery Center, secara khusus akan ikut aktif merumuskan model dan modul sekolah tenda auat sekolah darurat ini. Dua ketrampilan yang paling tidak harus dimiliki guru yaitu ketrampilan mengajar di dalam tenda dan ketrampilan psikologis untuk menangani siswa korban gempa.
Mengajar di tenda jauh beda suasananya dengan mengajar di gedung. Hawa panas dan lantai dari tanah bukan situasi kondusif untuk belajar. Sehingga kreativitas guru dalam delivery pelajaran merupakan tantangan. Dengan active learning siswa diharapkan mengeksplorasi sumber belajar selain guru. Situasi tenda menyatu dengan alam, maka alam sekitar dapat dijadikan sumber belajar.
Guru diharapkan mempunyai ketrampilan psikologis yang berkaitan pengelolaan diri (self-management), memahami kharakteristik siswa korban gempa baik dilihat dari budaya dan psikologis, bagaimana mendeteksi trauma bagi siswa SD sampai SMA, bagaimana meningkatkan peran guru dalam menangani siswa korban gempa. Ketrampilan ini diharapkan dapat membantu siswa dalam 2 hal yaitu kesulitan belajar dan stress/ trauma pasca gempa. Konsep SD yang disusun bersama antara Departemen Pendidikan Nasional dan Forum Bersama Fakultas Psikologi se DIY ini mudah-mudahan memberikan inspirasi berbagai pihak yang menyelenggarakan ide serupa.
Crisis & Recovery Center
Fakultas Psikologi UGM
http://cc.psikologi.ugm.ac.id
telp. 0274 550435
Fax. 0274 550436