
Drs. Helmizar, M.E, Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara, mengatakan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara bertugas menelaah dan menganalisis terhadap hasil temuan BPK. Berbagai hasil temuan tersebut kemudian dibagikan kepada komisi I sampai komisi XI DPR RI.
“Sehingga tugas pokok PKAKN pada dasarnya adalah mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR RI di bidang anggaran. Baik di saat pelaksanaan maupun pengawasan anggaran,” ujar Helmizar saat di Gedung Sekolah Vokasi UGM, Selasa (28/8).
Berbicara pada Seminar Nasional Pentingnya Memahami Fungsi Pengawasan DPR RI Terhadap Pengelolaan Keuangan Negara, Helmizar menuturkan predikat WTP dalam pelaporan keuangan tidak selalu menjamin tidak terjadi tindak pidana korupsi. Sebab, kajian yang dilakukan PKAKN di beberapa kabupaten/ kota menunjukkan setelah dua periode menjabat maka pada periode akhir ditemukan pula OTT yang berturut-turut.
“Tidak menjamin WTP itu tidak ada korupsi, ini yang perlu temen-temen mahasiswa kritisi. Pemeriksaan kinerja meliputi 3 aspek yang dilihat oleh BPK yaitu aspek ekonomi, aspek efisien maupun efektif dan menghasilkan yang namanya kesimpulan dan rekomendasi, ini yang kemudian dipakai PKAKN menganalisis dan mengkaji hasil rekomendasi dan kesimpulan dari BPK RI,” katanya.
Data tindak lanjut dari tahun 2004 sampai 2018 dari hasil rekomendasi dan kesimpulan BPK RI pada tahun anggaran 2015/ 2018 berjumlah 15.467 tindak lanjut dari total keseluruhan sebanyak 500 ribu lebih. Sementara total rekomendasi yang dibuat BPK yang telah sesuai dilaksanakan adalah 46,49 persen tindak lanjut yang dilakukan oleh kementerian maupun lembaga maupun di pemerintahan daerah.
Lebih lanjut Helmizar menuturkan jika ada keinginan merubah pengelolaan keuangan negara maka seseorang harus masuk ke dalam politik. Sebab, jika hanya menganalisis kajian tentunya tidak akan bisa merubah.
Oleh karena itu, menurutnya, politik jangan dianggap sebagai momok yang menyeramkan, tetapi berusaha masuk ke dalamnya dan melihat bagaimana mesin politik itu berjalan.
“PKAKN merupakan badan baru yang berdiri tahun 2015. Jadi, saat pembuatan UU MD3 dihilangkan itu yang namanya BAKN. Padahal, 2009 -2014 BAKN sudah ada tapi di tahun 2014-2019 BAKN di drop karena dianggap memiliki kewenangan dan intervensi cukup tinggi sebagai alat kelengkapan. Maka di dalam UU MD3 diselipkan yang namanya badan keahlian yang di dalamnya berupa Pust Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara pengganti BAKN,” jelasnya.
Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D., menambahkan PKAKN ini merupakan kekuasaan. DPR, lembaga yang powerfull terkait akuntabilitas anggaran. Pada dasarnya PKAKN ini merupakan wujud baru yang sudah dikembangkan di Indonesia dan cukup lama.
“Mengalami gejolak dengan politik dan kondisi di Indonesia maka PKAKN selalu metamorphosis. Pada dasarnya ide ini ada di parlemen di berbagai perwakilan rakyat yang ada dan lembaga ini merupakan tempatnya orang melakukan analisis,” jelasnya.
Sementara itu, Dekan Sekolah Vokasi UGM, Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., Ph.D., menambahkan dunia berubah dengan sangat cepat, sesuatu yang tadinya tidak terbayangkan pada beberapa tahun silam tiba-tiba muncul begitu saja. Pada sepuluh tahun lalu orang tidak pernah membayangkan tanpa memiliki mobil dan motor bisa bikin perusahaan ojek atau tanpa memiliki mobil bisa memiliki perusahaan taksi.
“Begitulah paradigm lama yang begitu terdisrup dengan adanya kemajuan teknologi. Tiba-tiba saja Nadiem mendirikan Gojek yang bisa membuktikan tanpa infrastruktur, tanpa aset bisa mendirikan sebuah perusahaan. Artinya dunia ini selalu berubah, artinya ketika tidak mengikuti perubahan cepat maka akan tertinggal. Termasuk ketika merubah DIII menjadi DIV,” katanya.
Menurutnya, meski semua bergerak cepat maka konsekuensinya akuntansi juga bergerak sama cepatnya. Karena itu, mesti terjadi fenomena luar biasa maju, tetapi transparansi keuangan dan akuntabilitas menciptakan good governance tetap menjadi panglima. (Humas UGM/ Agung)