
Menyikapi perkembangan dan laju pembangunan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta beberapa waktu belakangan, Dewan Guru Besar (DGB) UGM menggelar Seminar Nasional bertajuk “Membangun Lingkungan Strategis dan Keamanan untuk Menciptakan Keamanan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta”.
Diselenggarakan Rabu (28/8) di Balai Senat UGM, seminar ini sebagai sebuah ruang diskusi yang komprehensif dan konkret untuk mengulas berbagai isu keamanan di wilayah DIY.
“Isu keamanan menjadi salah satu perhatian utama dalam seminar ini. Hal ini tidak lepas dari perkembangan dan laju pembangunan yang ada di wilayah DIY. Dibukanya Bandara Internasional Yogyakarta dan Pelabuhan Adikarto merupakan dua di antara pembangunan yang dilakukan di DIY,” tutur Ketua DGB UGM, Prof. Drs. Koentjoro, MBsc., Ph.D.
Keberadaan laut selatan yang selama ini menjadi jalur pelayaran internasional, ujarnya, juga memberikan celah bagi berbagai macam kejahatan transnasional. Dari sisi pergerakan masyarakat, mobilitas penduduk antar wilayah DIY dan sekitarnya juga merupakan salah satu hal penting yang perlu mendapat perhatian bersama.
DGB berpandangan, dinamika lingkungan strategis yang terjadi perlu diwaspadai sebagai suatu bentuk ancaman yang dapat mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai permasalahan di masyarakat, seperti ketahanan ideologi, intoleransi, terorisme dan radikalisme, disintegrasi sosial, kemiskinan, ketimpangan ekonomi, narkotika, serta daya dukung lingkungan perlu mendapat perhatian serius.
“Hal tersebut harus diantisipasi dengan perencanaan dan implementasi yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat dalam menghadapinya,” imbuhnya.
Ia memaparkan, melalui seminar ini diharapkan akan dapat dielaborasi gagasan–gagasan dan solusi konkret untuk dapat mengoptimalkan dampak positif dari pembangunan. Kerja sama dengan pemangku kepentingan dari bidang keamanan, bidang ketahanan, serta unsur pemerintah, ujarnya, akan menghadirkan kesamaan pandangan dalam menyikapi situasi ke depan untuk stabilitas keamanan dan produktifitas serta peran masyarakat.
Dalam salah satu sesi, anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, mengulas berbagai hal yang disebut-sebut menjadi ancaman bagi NKRI, termasuk DIY secara khusus.
Di bidang ideologi, ujarnya, ada ancaman berupa tawaran ideologi lain yang ditawarkan secara menyesatkan seakan ideologi yang kita pakai adalah salah dan perlu diganti.
“Upaya penyesatannya biasanya menumpang pada isu ketidakadilan, kemiskinan, dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat,” tuturnya.
Ia menerangkan adanya sebuah paradoks di DIY, yaitu bagaimana di satu sisi ada hasil survei atau penilaian bahwa Yogyakarta adalah daerah intoleran, tetapi pada sisi lain indeks demokrasi di DIY selalu masuk dalam klaster yang terbaik.
“Paradoks itu menjadi sangat menarik karena parameter demokrasi bekerja positif di DIY tetapi ada gejala intoleransi yang beritanya sering menasional,” ucap Mahfud.
Tantangan lain yang ia sebut perlu mendapat perhatian adalah keberadaan bandara baru yang berpotensi menjadi perlintasan atau titik operasi kejahatan transnasional seperti narkoba dan terorisme.
“Terkait New Yogyakarta Airport, disarankan juga agar betul-betul dijaga dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya. Jangan sampai penduduk di daerah bandara tersebut teralienasi atau kehilangan peluang menikmati berkah ekonomi yang akan tumbuh sebagai keniscayaan,” terangnya. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)