
Rencana kepindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta menuju Kalimantan Timur disambut baik pemda dan masyarakat sekitar. Namun begitu, geliat pembangunan dan infrastruktur serta kepindahan ASN yang berjumlah 800 ribu hingga 1 juta orang dikhawatirkan bisa berdampak masyarakat sekitar jadi tersisihkan. Hal itu menjadi bahan diskusi antara Pemda Kabupaten Penajam Paser Utara dengan beberapa ahli dari UGM. “Jangan sampai warga kami tersingkirkan, harapannya apa yang ditetapkan pemerintah ini bisa memberikan kemaslahatan ke daerah. Fokus kami pada kesejahteraan warga kami,” kata Kepala Bagian Pembangunan Penajam Paser Utara, Nico Herlambang, usai diskusi dengan beberapa ahli di UGM terkait rencana pemindahan ibu kota negara, Kamis (29/8) di Gedung Pusat UGM.
Menurut Nico, umumnya masyarakat di Penajam Paser Utara menyambut gembira kepindahan ibu kota negara ke wilayahnya. Kepindahan ibu kota tersebut bisa membawa dampak bagi naiknya kehidupan ekonomi, layanan dan fasilitas infrastruktur di sana kelak. “Siapa sih yang tidak ingin bertetangga dengan Presiden, tentu bangga,” ujarnya.
Meski pemerintah belum menetapkan wilayah mana saja yang akan dijadikan lahan pembangunan ibu kota negara, namun Nico berkeyakinan bahwa ada 40 ribu hektare lahan yang awal disiapkan sebagai kawasan ibu kota berada di Kabupaten Penajam Paser Utara. “Prediksi saya dari 180 ribu hektare yang dibutuhkan, 120 ribu ada di wilayah kami sedangkan 60 ribu di Kutai Kertanegara,” ujarnya.
Untuk memperkuat kesiapan masyarakat Penajam dalam mengantisipasi perubahan sosial, ekonomi dan budaya terkait kepindahan ibu kota negara ini, pihaknya meminta beberapa masukan dengan para ahli UGM untuk menyiapkan langkah kebijakan pemda untuk meningkatkan kesiapan SDM lokal. “Kami mau menyiapkan pembangunan tata ruang untuk mengakselerasi pembangunan ibu kota negara. Misalnya kami mampu mendukung pembangun ibu kota, namun masyarakat kami tersisihkan maka ini jadi problem bagi kami,” imbuhnya.
Ia menyebutkan Kabupaten Penajam Paser Utara memiliki luas wilayah sekitar 333 ribu hektare dengan penduduk sekitar 178 ribu jiwa. Menurutnya, kepindahan ASN yang berjumlah 800 ribu hingga satu juta orang masih mampu menampung jumlah tersebut. “Saya yakin kedatangan satu juta orang, tidak ada warga yang tergusur dan terganggu,” katanya.
Alasan Nico yang menyebutkan tidak ada satupun warga yag tergusur dikarena lahan yang dijadikan ibu kota merupakan bekas hutan tanaman industri. Meski dikelola oleh swasta, namun tidak memiliki status kepemilikan. “Kawasan hutan itu milik negara, tidak ada person yang memiliki, hanya pemberian konsesi saja, kapan negara mebutuhkan, jadi harus wajib memberikan,” katanya.
Dosen Fakutas Geografi UGM, Dr. Dyah Rahmawati Hizbarob, S.Si. MT., M.Sc., mengatakan ia bersama tim ahli UGM lainnya memberi masukan kepada Pemda Penajam Paser Utara terkait kesiapan kebijakan pembangunan tata ruang dan wilayah mengantisipasi dampak pemindahan wilayah ibu kota negara. “Yang paling mendesak kajian interdisipliner kajian tata ruang, sumber daya air, kebutuhan pangan serta kesiapan masyarakat menghadapi datangnya modernitas pembangunan,” katanya.
Dyah menuturkan, selain kajian tata ruang dan wilayah, Kabupaten Penajam Paser Utara perlu juga memperhatikan ketersediaan sumber pangan, sandang dan papan warganya setelah adanya perpindahan penduduk dari Jakarta ke Kaltim secara besar-besaran. Disamping itu, status batas pengelolaan kebijakan tata ruang dan wilayah antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan. “Beberapa ruang yang dikelola pusat dan daerah dapat disinergikan untuk mendukung kabupaten ini bisa berkembang,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)