Potensi dan peluang pengembangan kendaraan listrik di Indonesia cukup menjanjikan. Pemerintah pun diharapkan dapat mendorong pengembangan mobil listrik di tanah air.
“Potensi nasional kendaraan listrik di Indonesia sudah cukup siap. Perguruan tinggi banyak yang aktif menggarap ini sehingga tinggal industri dan pemerintah bersama-sama mewujudkan industri ini,” papar Dekan Fakultas Teknik, Prof. Nizam, usai menyambut rombongan roadshow Mobil Listrik ITS, Jumat (30/8) di Fakultas Teknik UGM. Dalam kegiatan tersebut para mahasiswa, peneliti, dan dosen dari ITS dan UGM berdiskusi bersama tentang upaya membangun kendaraan listrik di Indonesia.
Menurutnya, pemerintah perlu serius menunjukkan dukungan terhadap pengembangan kendaran listrik. Salah satunya bisa diwujudkan melalui pemberian insentif. Sebab, kendaraan listrik masih sangat mahal dibandingkan kendaraan konvensional. Dengan pemberian insentif diharapkan kendaraan listrik bisa dengan cepat diterima oleh masyarakat.
“Peran pemerintah harus ada, masuk dalam bentuk pemberian insentif dan perlindungan bagi industri yang baru saja dirintis. Jadi, keberpihakan dan komitmen pemerintah untuk membangun industri kendaraan listrik dalam negeri disini diuji,”urainya.
Dia menyebutkan perguruan tinggi telah banyak melakukan riset untuk pengembangan kendaaran listrik. Begitupun UGM, juga telah memulai riset pengembangan kendaraan listrik sejak 10 tahun silam. Riset tersebut telah menghasilkan sejumlah prototipe kendaaraan listrik mulai dari golf car, sepeda listrik, motor listrik, becak listrik, dan lainnya.
“Mobil golf car UGM telah dibuat 10 tahun lalu dan pernah dinaiki Presiden SBY. Bahkan, sampai sekarang masih andal digunakan untuk aktivitas di UGM tanpa mengalami masalah,” ungkapnya.
Saat ini, disampaikan Nizam, pengembangan kendaraan listrik di UGM mengalami kemajuan dalam sistem pengendali baterai, pengisian daya, serta recycle baterai. Baterai kendaraan listrik memiliki usia 5 tahun pemakaian. Namun, dengan teknologi yang diciptakan peneliti UGM, baterai yang sudah tidak bisa terpakai dan umumnya hanya menjadi limbah yang mencemari lingkungan dapat digunakan kembali.
“Jadi, baterai litiumnya bisa dipakai lagi untuk baterai sehingga tidak ada limbah,” jelasnya.
Kendati begitu, saat akan melakukan riset dan pengembangan menghadapi sejumlah kendala. Mulai persoalan benturan skema insentif hingga sumber daya manusia menjadikan pengembangan kendaraan listrik di UGM sulit untuk cepat berkembang.
“Sebenarnya riset sudah bagus, sudah siap ke industri dan saat ini mencari mitra untuk melangkah ke industri,” terangnya. (Humas UGM/Ika; foto: Eko)