Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada memperkenalkan industri peternakan modern sebagai industri biologis yang sarat teknologi tinggi. Acara yang digelar dalam rangka Lustrum X Fakultas Peternakan UGM ini diikuti siswa SMA, SMK dan mahasiswa baru Fapet angkatan 2019.
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari, 26 – 28 Agustus 2019 diisi dengan pemutaran video profil Fakultas Peternakan UGM yang dipandu oleh Ir. Ahmad Romadhoni Suryaputra, S.Pt, M.Sc, Ph.D, IPM (Sekretaris Prodi S1 Fapet UGM) dan pemberian materi Peternakan dan Kedaulatan Bangsa oleh Muhsin Al Anas, S.Pt (Panitia Lustrum X). Dosen Fapet UGM yang turut berbicara dalam acara ini adalah Dr. Ir. Endy Triannanto, S.Pt., M.Eng., IPM dan Dr. Ir. Siti Andarwati, S.Pt., MP., IPM.
Terkait acara ini Ahmad Romadhoni mengatakan peternakan merupakan industri biologis yang dijalankan menggunakan rakayasa bioteknologi. Dari sudut pandang engineering, ternak adalah mesin biologis yang menghasilkan pangan berkualitas tinggi berupa daging, telur dan susu dari bahan baku berupa pakan biji-bijian dan hijauan.
Dijelaskannya, struktur industri peternakan lengkap, meliputi upstream berupa industri pembibitan, industri pakan, industri obat hewan, dan industri equipment. Sedangkan Downstream industri perunggasan meliputi industri pengolahan dan distribusi hasil ternak.
“Jadi, kuliah di Fakultas Peternakan UGM tidak hanya melulu kuliah di ruangan dan mengurusi ternak di kandang. Mahasiswa harus mempelajari ilmu nutrisi dan pakan ternak, ilmu produksi ternak, ilmu pemuliaan dan reproduksi ternak, ilmu teknologi (pengolahan) hasil ternak dan ilmu sosial ekonomi peternakan,” katanya di Fapet UGM, Jumat (30/8).
Muhsin Al Anas menyebut dunia peternakan saat ini tidak lagi dipandang dengan kacamata stereotipe berupa kandang reyot, sapi kurus dan petani tua. Peternakan saat ini adalah industri modern penghasil protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Kebutuhan tersebut, menurutnya, selalu naik dari tahun ke tahun, sesuai pertambahan populasi dan pertumbuhan ekonomi yang tercermin pada peningkatan pendapatan sosial ekonomi masyarakat. Kebutuhan susu di Indonesia mencapai 3,8 juta ton susu segar, sementara produksi susu segar dalam negeri baru hanya mampu menghasilkan 700 ribu ton.
“Sehingga sebagian besar dari kebutuhan itu harus diimpor. Itulah gambaran berapa besar uang yang beredar di industri ini. Taruhlah harga 1 liter susu segar 5 ribu rupiah maka 3,8 juta ton susu segar setara dengan 19 triliun, belum lagi jika ini dihitung dengan harga susu olahan tentu angkanya jauh lebih besar lagi,” ucap Muhsin.
Belum lagi soal konsumsi daging sapi nasional yang tercatat mencapai 12 kg per kapita karena untuk mencukupi kebutuhan tersebut setiap tahun harus memotong 3,5 – 4 juta ekor sapi.
“Padahal, populasi sapi nasional kita hanya 14 juta – 16 juta ekor saja. Maka tanpa penambahan pasokan dari luar maka sapi-sapi kita dalam 4 tahun saja bisa habis dipotong,” ungkap Muhsin.
Dalam bidang peternakan ini Indonesia kini menghadapi tantangan yang semakin berat karena semakin sedikit generasi muda yang mau menjadi petani dan peternak. Meski industri peternakan telah mengikuti industri 4.0, bahkan yang terbaru 5.0 masih juga rendah minat kaum muda untuk menggeluti profesi ini.
“Padahal, industri peternakan sebenarnya sudah mengikuti era industri 4.0, bahkan terkini adalah society 5.0 yang diinisiasi oleh Jepang. Kita tidak perlu mengontrol kandang tinggal mengatur melalui gadget,” jelasnya.
Oleh karena itu, Fakultas Peternakan UGM dan Fakultas Teknik UGM terus bekerja sama mendorong dan mengembangkan farmer 5.0 untuk mengikuti tren industri dunia. Dengan cara ini, diharapkan mengundang generasi milenial untuk semakin tertarik di bidang ini.
“Peternakan dengan basis knowledge akan terus dikembangkan secara sinergis dengan ilmu ekonomi dan bisnis, teknik engineering, kesehatan manusia melalui nutrisi fungsional yang dipergunakan untuk terapi nutrisi sehingga telur memiliki kandungan protein, yang salah satu sekuensnya bisa dikembangkan untuk terapi penyakit berat seperti kanker dan HIV-AIDS. Akan sangat banyak sisi dikerjakan pada industri peternakan ini,” paparnya. (Humas UGM/ Agung)