Sekalipun masih berjalan, survey sementara yang dilakukan Posko Gempa Fakultas Geografi UGM menyatakan telah terjadi situasi anomali pada beberapa kondisi airtanah pasca gempa (27/5) lalu, seperti di Bantul, Kodya Yogya, Sleman, Gunungkidul, Klaten dan Kulonprogo. Bahkan kondisinya saat ini mengarah pada kerusakan sumberdaya airtanah.
Tjahyo N. Adji, S.Si., M.Sc.Tech menyebut di daerah yang sumur-sumurnya mengalami kekeringan ini, akibat dari tekanan atau gencetan terhadap material akuifer di satu sisi, dan di sisi yang lain mengalami kenaikan elevasi akuifer. Sedangkan, tinggi muka airtanah tetap, sehingga terkesan mengalami penurunan muka airtanah. “Faktor lain yang menyebabkan terjadinya fenomena ini adalah kemungkinan karena timbulnya retakan baru sesar yang menyebabkan airtanah bocorâ€, ujar dosen Fakultas Geografi UGM.
Tidak hanya itu, situasi anomali juga terjadi pada fenomena kemunculan artesian atau sumur muncrat, kualitas air berubah, sumur mengeluarkan lumpur/tanah, sumur menjadi keruh, muncul mataair baru, mataair terhenti, dan perubahan kedudukan elevasi sungai bawah tanah karst.
“Kualitas air berubah, semula air seger untuk diminum, kini bau belerang, ada pula yang asin, ada juga yang keruh. Kemudian dari sumur ada keluar lumpur atau tanah. Bahkan ada yang menyebutkan volume lumpurnya sedemikian banyak. Hal lain yang menarik lagi adalah munculnya mataair-mataair baru, baik di tepi sungai atau ditekuk lereng. Disitu muncul mataair baru, yang kecil atau besar. Namun ada pula mataairnya justru terhenti. Disatu sisi mataairnya tambah, disatu sisi keringâ€, ujar Tjahyo Adji di ruang Fortakgama hari Kamis (22/6).
Melengkapi pendapat tersebut, Langgeng Wahyu Santoso, S.Si, M.Si berpendapat bila semua fenomena yang terjadi tidak terlepas dari keberadaan struktur geomorfologis. Artinya, semua berhubungan antara topografi permukaan tanah dengan struktur dalam tanah yang tidak tampak dilihat mata.
Seperti dicontohkannya, bila di daerah selatan Wonosari (Nglipar dan Playen) saat ini banyak muncul mataair baru. Bahkan di daerah tersebut, sumur-sumur mengeluarkan air sampai keatas (muncrat). Peristiwa ini disebabkan karena perbukitan batur agung memiliki kemiringan lapisan batuan keselatan dan air tergencet, sehingga banyak air mengumpul didaerah Nglipar dan Playen. “Sehingga tidak aneh jika sampai sekarang di daerah Nglipar banyak muncul sumur mengeluarkan air yang tinggi keatasâ€, ujar Langgeng.
Dia berharap bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Cawas, Bayat, dan Wedi Klaten untuk tidak gelisah (khawatir). Meskipun sumur-sumur di daerah tersebut mengalami kekeringan, namun tanah bumi masih berproses. Sehingga masih memungkinkan retakan tanah yang menyebabkan air menghilang akan bisa tertutup kembali. “Memang belum bisa dipastikan, masih menunggu sampai getaran selesai berproses. Untuk sementara bisa menggunakan sumber air milik tetangganya dulu. Untuk daerah-daerah yang airnya keruh agar berhati-hati. Mungkin air telah mengandung mineral berbahaya, seperti mineral sulfat atau mineral klorida.â€, tandas Langgeng dalam pesannya. (Humas UGM)