Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mendorong agar hasil riset yang dilakukan di perguruan tinggi dapat memberikan hasil nyata bagi masyarakat dan industri melalui hilirisasi.
Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Ristekdikti, Prof. Dr. Ocky Karna Radjasa, mengutarakan bahwa program pengabdian kepada masyarakat dapat menjadi salah satu wujud dari hilirisasi riset.
“Hilirisasi tidak harus selalu berakhir di industri atau komersialisasi. Kita sudah berkomitmen bahwa riset tidak bisa dilepaskan dari pengabdian kepada masyarakat,” tuturnya dalam Workshop Restorasi KKN sebagai Konsep Pengembangan Pendidikan Tinggi dan Kontribusinya kepada Masyarakat, Rabu (4/9) di Balai Senat UGM.
Di dalam konteks Tridarma Perguruan Tinggi, kegiatan pengabdian tidak kalah penting jika dibandingkan dengan kegiatan pendidikan dan penelitian. Karena itu, porsi perhatian yang diberikan bagi pengembangan kegiatan pengabdian juga sepatutnya sama besar dengan dua darma lainnya.
Dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Senat Akademik UGM ini, ia memaparkan prinsip dasar dalam pengabdian kepada masyarakat, yang di antaranya meliputi sinergi, multi-disiplin, dan bermitra, terstruktur dengan target luaran yang jelas, sesuai kebutuhan atau tantangan di masyarakat, serta berkelanjutan, tuntas, dan bermakna.
Mengacu pada standar nasional Dikti terkait pengabdian kepada masyarakat, UGM menurutnya menjadi salah satu PTN yang telah memenuhi standar kinerja tersebut dengan baik.
“UGM sudah on the right track. Kalau perguruan tinggi menerapkan standar nasional, pasti output-nya bagus,” ucapnya.
Berkaitan dengan kegiatan Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM), ia menerangkan bahwa tujuan yang hendak dicapai salah satunya meningkatkan empati dan kepedulian masyarakat lemah, serta melakukan terapan IPTEKS secara teamwork dan multidisipliner.
Di samping itu, KKN-PPM juga menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai kepribadian berupa nasionalisme dan jiwa Pancasila, keuletan, etos kerja, dan tanggung jawab, serta kemandirian, kepemimpinan, dan kewirausahaan.
Workshop ini diselenggarakan sebagai forum untuk menggagas ulang kebijakan KKN UGM, di antaranya dengan penguatan persepsi tentang KKN, memperbaiki manajemen pelaksanaan KKN, mengembangkan model KKN yang berkelanjutan dengan tetap membawa nilai-nilai ke-UGM-an, juga mencari model alternatif KKN UGM serta standardisasi sistem manajemen mutu KKN.
“Darma pengabdian harus memperkokoh jati diri UGM sebagai universitas perjuangan, universitas kebudayaan, universitas kerakyatan, universitas Pancasila, serta universitas nasional,” kata anggota Komisi Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Senat Akademik UGM, Prof. Dr. Suratman.
Perjuangan lahirnya KKN serta perkembangannya di UGM, jelasnya, berlangsung dalam periode waktu yang cukup panjang, dimulai dari inisiasi pengerahan tenaga mahasiswa di luar Jawa pada tahun 1951-1962, perintisan sukarela menjadi wajib pada tahun 1971, periode peralihan dan pemantapan pada 1977-1990, hingga periode KKN-PPM terintegrasi dimulai dari tahun 2012 hingga sekarang.
Kegiatan KKN-PPM, ujar Suratman, menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi mahasiswa. Konsep KKN-PPM menurutnya dapat memberi ruang kreasi kewirausahaan bagi mahasiswa dengan minimasi risiko, serta dapat membangun inspirasi calon pemimpin bangsa dan dunia. Selain itu, KKN-PPM juga dapat membangun ketangguhan dan kemandirian, serta daya kritis mahasiswa dalam penyelasaian masalah di tengah masyarakat.
Sebagai sebuah mutiara edukasi yang berkarakter ke-Indonesia-an, KKN-PPM juga dianggap menjadi sarana pembelajaran yang menarik bagi masyarakat akademik internasional. Keterlibatan mahasiswa asing dari berbagai perguruan tinggi luar negeri menjadi wujud internasionalisasi KKN-PPM UGM untuk pendidikan global.
“Kita ingin menjadikan UGM sebagai rujukan dunia,” ucapnya. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)