![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/16091915686198581443381498-766x510.jpg)
Universitas Gadjah Mada menawarkan konsep restorasi transmigrasi dan gerakan nasional green transpolitan 4.0 dalam rangka meningkatkan pembangunan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan wilayah. Hal itu mengemuka dalam Deklarasi Bulaksumur dan Gerakan Nasional Transpolitan Hijau 4.0 yang diserukan oleh perwakilan pemerintah, akademisi, swasta dan komunitas pada kegiatan Kongres Nasional Transmigrasi Tahun 2019 yang bertajuk Restorasi Transmigrasi untuk Mewujudkan SDM Mandiri dan Sejahtera di Grha Sabha Pramana, Selasa (17/9).
Dalam deklarasi Bulaksumur yang dibacakan oleh Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan dan Sistem Informasi UGM, Supriyadi, M.Sc., Ph.D., ini ditegaskan bahwa restorasi transmigrasi dan green transpolitan 4.0 berbasis ekonomi digital dan peningkatan sumber daya manusia untuk mengubah pola transmigrasi konvensional menuju transpolitan 4.0. Adapun pola pengembangan restorasi transmigrasi ini melalui kemitraan pentahelix meliputi pemerintah, akademisi, swasta, komunitas dan media.
Guru Besar Fakultas Geografi UGM sekaligus salah satu penggagas konsep restorasi transmigrasi dan Gerakan Nasional Transpolitan Hijau 4.0, Prof. Dr. Suratman, mengatakan inovasi pembangunan transmigrasi ini dilakukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional di bidang penyediaan dan kemandirian pangan, pengentasan kemiskinan dan mempercepat pembangunan daerah. “Sasaran tersebut dapat dicapai melalui integrasi perencanaan dan pembangunan infrastruktur nasional yang mendukung percepatan pembangunan ekonomi di kawasan transmigrasi,” katanya.
Konsep inovasi pengembangan kawasan transmigrasi ini, menurut Suratman, diharapkan bisa mengurangi angka pengangguran di pulau Jawa. “Kita ingin pembangunan transmigrasi mampu menjadi katup pengaman dari masalah pengangguran di pulau Jawa dengan tersedianya lapangan pekerjaan dan kesempatan ekonomi baru di kawasan transmigrasi,” jelasnya.
Suratman menuturkan saat ini 56,46 persen penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,75 persen dari luas wilayah Indonesia. Bahkan, kepadatan penduduk Jawa yang mencapai 1.156 jiwa per kilometer persegi sudah melampaui angka kepadatan penduduk nasional yang hanya 138 jiwa per kilometer persegi.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam pidato sambutan yang dibacakan oleh Wakil Gubernur DIY, Sri Paduka Paku Alam X, mengatakan tujuan pembangunan transmigrasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi transmigran dan masyarakat sekitar, mendorong tumbuhnya pembangunan daerah serta mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Ia menyebutkan sejak dulu Pemda DIY selalu mendukung program transmigrasi dengan mengirim penduduknya ke daerah transmigrasi. “Sejak 2010 lalu ada 1.305 jiwa yang dikirim ke Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi,” katanya.
Meski mengikutsertakan warganya dalam program transmigrasi, namun pembiayaanya merupakan hasil kerja sama antara Pemda DIY dan pemda yang menjadi lokasi penempatan transmigran. “Besar harapan kita sharing pembiayaan semakin meningkat dan meminimalkan permasalahan yang muncul akibat penempatan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan,” katanya.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, mengatakan saat ini ada lebih dari 1.200 desa di Indonesia yang awalnya merupakan bekas wilayah kawasan transmigrasi. Apabila sebelumnya program transmigrasi hanya untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan, namun saat ini kegiatan para transmigran sudah bisa menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah sehingga mampu meningkatkan kehidupan ekonomi transmigran lebih layak.
“Di masa lalu program pemerintah gagal karena tidak ada pengelolaan pasca panen, namun sekarang kita membantu mereka dengan memberi nilai tambah agar kesejahteraan mereka berkembang,” terangnya.
Menurutnya, program transmigrasi bukan usaha memindahkan penduduk miskin dari satu wilayah ke wilayah lain, namun mendorong peningkatan kesejahteraan transmigran melalui pendampingan berkelanjutan serta kerja sama kemitraan dengan dunia usaha dan perbankan. “Tantangan sekarang kita ingin menciptakan bisnis model baru yang bisa memberikan manfaat bagi mereka,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)