Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM menyelenggarakan Tumpengan dan Malam Kesenian pada Rabu (18/9) malam di kampusnya. Acara ini merupakan salah satu rangkaian acara dari Dies Natalis FEB UGM yang ke-64. Terselenggaraya acara ini menunjukkan bahwa FEB UGM tidak hanya menekankan pada capaian internasional belaka, melainkan tetap melestarikan kebudayaan nusantara pula.
Acara malam itu diawali dengan makan malam diiiringi dengan musik keroncog oleh FEB Keroncog, yang anggotanya berasal dari tenaga kependidikan fakultas tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan penampilan tari Langen Sari oleh alumni angkatan ’71 menggandeng Dharma Wanita FEB UGM.
Dekan FEB UGM, Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D., mengapresiasi kepada berbagai pihak yang telah terlibat dalam acara ini. “Baik kepada alumni, sivitas akademia FEB UGM yang tampil, panitia, serta para mitra saya ucapkan terima kasih banyak. Konsep yang diusung adalah agar satu sama lain semakin akrab. Acara ini dari, oleh, dan untuk kita bersama,” ungkapnya dalam sambutan.
Seusai memberi sambutan, Eko membuka acara dengan memotong tumpeng. Potongan tumpeng tersebut, ia berikan kepada perwakilan, yakni jajaran rektorat, Ketua Senat FEB UGM, sesepuh fakultas, tendik, mahasiswa, serta Dharma Wanita.
“Tumpeng dalam bahasa Jawa merupakan singkatan dari ‘yen metu kudu mempeng’ yang memiliki arti ‘ketika keluar harus sungguh-sungguh bersemangat’. Penyerahan simbolis ini diharapkan agar FEB UGM semakin menancapkan jejaring pergaulan baik di level nasional maupun internasional,” ungkapnya.
Puncak acara malam hari itu adalah pertunjukan wayang wong dengan lakon “Petruk Dadi Ratu” persembahan dari sivitas FEB UGM sendiri, yakni dekan, para dosen, serta tendik. Lakon tersebut menceritakan sosok Petruk yang berhasil merebut kembali Jamus Kalimasada yang sempat dicuri Dewi Mustakaweni. Dalam perjalanan mengembalikan pusaka tersebut, Petruk malah terpisah dari tuannya. Lakon tersebut dilanjutkan dengan pengembaraan Petruk melewati berbagai pertempuran melawan negara yang dilewatinya hingga akhirnya menjadi raja.
Rr. Tur Nastiti, M.Si., Ph.D., selaku koordinator dies FEB UGM, menyatakan bahwa 45 pemain, termasuk dirinya, melakukan latihan selama dua bulan ini. Ia menyebut dari latihan tersebut membuat para pemain sadar dalam bertindak harus relevan dengan nurani perasaan sehingga menimbulkan sikap mawas diri.
Selain itu, Nastiti juga mengungkapkan terdapat nasihat yang relevan dari lakon tersebut. “Lakon ‘Petruk dadi Ratu’ ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin tidak bisa bersikap sia-sia. Jika bersikap sia-sia terhadap rakyat yang dipimpinnya akan membuatnya jatuh di kaki rakyatnya sendiri,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)