Pembangunan pertanian, menjadi salah satu topik yang masih relevan dibahas berbagai kalangan tak terkecuali Fakultas Pertanian (Faperta) UGM. Tema itu pula yang diusung Faperta UGM dalam Seminar Hasil Penelitian Pertanian IX. Mengusung tema “Pembangunan Pertanian Menuju Indonesia Maju dan Sejahtera” seminar tersebut menghadirkan dua pembicara kunci yakni Dr. Husnain, MSc. (Kepala Balai Penelitian Tanah, Kementerian Pertanian) dan Dr. Jamhari, S.P., M.p, (Dekan Fakultas Pertanian UGM). Seminar yang menjadi agenda rutin tiap tahunnya itu diselenggarakan pada Sabtu (21/9) bertempat di Auditorium Auditorium Hardjono Danoesastro, Fakultas Pertanian UGM dan didukung oleh PT. BNI, PT. Pagilaran, dan Tanoto Foundation.
Jamhari menyebutkan bahwa seminar yang diselenggarakan dapat menjadi wadah para peneliti dan akademisi untuk saling berbagi informasi terkini terkait bidang pertanian. Menurutnya, sering ditemukan adanya gap antara akademisi dalam kampus dengan peneliti di luar. Hal tersebut menyebabkan keterlambatan informasi kemajuan pertanian terkini pada masing-masing instansi. Selain itu, Jamhari juga menyoroti gap antara hasil temuan dengan aplikasi di lapangan.
“Diharapkan seminar ini dapat memangkas gap antara akademisi dan peneliti agar tidak saling tumpang tindih sehingga penelitian yang dilakukan dapat memajukan pertanian Indonesia,” tegas Jamhari.
Sementara itu, Husnain menyampaikan materinya yang berfokus pada optimalisasi sumber daya pertanian dalam kaitannya menuju kedaulatan pangan. Sebagai Kepala Balai Penelitian Tanah, Kementerian Pertanian ia menyinggung soal karakteristik lahan yang ada. Ia menjelaskan bahwa meski memiliki luasan lahan yang luas, akan tetapi masih banyak lahan yang ada adalah lahan marjinal atau suboptimal. Menurutnya, tantangan itu makin diperburuk dengan adanya perubahan iklim dan hama serta penyakit tanaman.
“Soil Health menjadi salah satu tema yang sedang diperbincangkan dunia, bahkan sampai di G20 sekalipun, ini menjadi tantangan para ahli mikroibiologi Indonesia,” jelasnya.
Husnain menjelaskan pulau Jawa yang luasnya hanya sekitar 6.7 persen dari Indonesia harus menanggung beban berbagai kebutuhan pangan untuk seluruh negara. Ia beranggapan bahwa hal tersebut hanya bisa diatasi dengan pembuatan lumbung pangan di luar Jawa. Namun, sebagian besar lahan yang ada di luar Jawa tergolong lahan suboptimal sehingga membutuhkan usaha yang tidak singkat untuk memaksimalkannya. Mayoritas lahan suboptimal memiliki tingkat keasaman yang tinggi, termasuk airnya.
“Perlu dilakukan transfer pengetahuan yang tepat dan mudah untuk dilakukan petani di luar Jawa sehingga mudah untuk dikendalikan oleh pemerintah daerah setempat,” urainya. (Humas UGM/Satria)