![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/2309191569219430532471467-765x510.jpg)
Hingga kini, penyandang disabilitas masih saja dimasukan sebagai penyandang kesejahteraan sosial. Terkait pelayanan publik atau akses oleh sebagian masyarakat mereka juga masih dianggap sebagai penyandang cacat.
Padahal, amanat UU No.8 tahun 2016 menyatakan definisi penyandang cacat memiliki definisi yang berbeda-beda. UU ini menyatakan disabilitas merupakan orang yang memiliki hambatan, setidaknya ada 4 hambatan yaitu fisik, intelektual, mental dan sensorik.
“Disabilitas adalah mereka yang memiliki hambatan. Ada 4 yaitu fisik, intelektual, mental dan sensorik yang dalam jangka waktu lama orang tersebut memiliki keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan dalam berpartisipasi penuh sebagai warga negara sehingga hak-haknya tidak terpenuhi,” ujar Dr. Faiz Alauddien Reza Mardika, Ascendia Disabilitas Center, Kebumen saat berbicara pada kegiatan Urun Rembug Masa Depan Disabilitas yang Lebih Cerah, di RSA UGM, Sabtu (21/9).
Menurut Reza masalah disabilitas bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah lingkungan dalam berkontribusi yang menjadikan orang tersebut disabilitas atau tidak. Akan tetapi, masyarakat terlanjur membuat stigma penyandang disabilitas adalah cacat, padahal itu hanya cacat fisik saja.
“Kita tidak sadar bahwa lingkungan berpengaruh penting dalam membuat orang tersebut disabilitas atau tidak. Hak disabilitas itu banyak sekali, disabilitas memiliki hak yang sama, tapi pemenuhan hak-hak itu tidak terpenuhi dengan layak. Dalam hal ini ada aspek-aspek sangat penting yaitu akses di pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan,” katanya.
Tunggul Bomoaji, ST., M.Eng, Kepala Seksi Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kera dan Perluasan Kesempatan Kerja (P2TKPKK), menambahkan penyandang disabilitas memiliki hak yang sama terkait pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi. Jadi, setiap warga negara, khususnya penyandang disabilitas, mempunyai hak atas pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi sesuai UU No 8 tahun 2016.
“Dalam UU tersebut dinyatakan penerimaan pegawai di pemerintahan sebanyak 2 persen dari jumlah yang diterima, sementara di swasta 1 persen. Mulai diterapkan UU tersebut, termasuk penerimaan CPNS yang baru saja kemarin ada yang dari penyandang disabilitas,” katanya. (Humas UGM/ Agung)