Secara umum keberadaan perguruan tinggi mengalami pergeseran. Dulu, perguruan tinggi seolah-olah hanya sebagai agent of education. Perguruan tinggi hanya mendidik saja supaya murid menjadi pintar, menjadi sarjana dan kemudian bekerja.
Situasi ini lantas bergeser menjadikan perguruan tinggi sebagai agent of riset. Bahkan, dengan ini banyak perguruan tinggi kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai universitas penelitian atau research university.
“Inipun bergeser lagi tidak hanya riset tetapi agent of culture, science and technologi transfer. Jadi, kecuali menemukan ilmu-ilmu baru, perguruan tinggi kemudian juga dituntut mengembangkan ilmu-ilmu baru dan harus bisa mentransfer teknologi,” ujar Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN Eng, di Grha Sabha Pramana, Bulaksumur, Rabu (25/9) saat menjadi pembicara pada Orientasi Pembelajaran Sukses Mahasiswa Baru Pascasarjana UGM 2019.
Lebih dari itu, kata Rektor, perguruan tinggi saat ini diharapkan sebagai agent of economic development. Artinya, perguruan tinggi dengan impact riset-risetnya lantas bisa mengembangkan perekonomian suatu bangsa.
“Jadi, inovasi-inovasi hasil riset yang dilakukan di PT itu bisa dihilirkan dan mampu memberikan kontribusi secara ekonomi dan mengembangkan perekonomian sebuah bangsa,” katanya.
Dalam kegiatan Orientasi Pembelajaran Sukses Mahasiswa Baru Pascasarjana UGM 2019, ini Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., menyampaikan bila UGM pada tahun ini menerima 4.665 mahasiswa baru Pascasarjana.
Sebanyak 4.665 mahasiswa baru Pascasarjana tersebut berasal dari tahun masuk semester genap 2018/2019 dan semester gasal 2019/2020, dengan rincian tahun 2018 sebanyak 1.255 dan tahun 2019 sebanyak 3.410 mahasiswa.
“Mahasiswa-mahasiswa ini berasal dari 34 provinsi dan dengan jumlah terbanyak berasal dari Yogyakarta 912 (19,55 persen) dan Jawa Tengah 906 (19,42 persen), sementara mahasiswa asal luar negeri sebanyak 47 orang, mereka berasal dari Asia, Eropa dan Amerika,” katanya.
Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.AK, sebagai pembicara kedua menyampaikan soal Nilai-nilai ke UGM-an Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu. Di hadapan mahasiswa baru pascasarjana, ia mengatakan UGM dalam mendidik mahasiswa bukan hanya soal intelektual, tapi bagaimana menjadikan lulusan UGM sebagai manusia yang berbudaya Indonesia
“Tujuan utamanya adalah membangun manusia yang baik, baru setelah itu dengan intelektualnya bisa profesional yang pada akhirnya berkontribusi pada bangsa,” ucapnya.
Sutaryo menuturkan semangat mendirikan Universitas Gadjah Mada karena penjajah Belanda mendirikan di Jakarta Universiteit van Indonesie. Oleh karena itu, Republik Indonesia harus mendirikan perguruan tinggi yang bernuansa nasional.
“Berdirinya perguruan tinggi nasional Universiteit Negeri Gadjah Mada (UNGM) adalah sebagai tanda Indonesia masih berdiri dan mampu mendirikan universitas negeri. Oleh karena itu, UGM harus memiliki jiwa merdeka, jiwa persatuan, jiwa berkorban dan ikhlas, jiwa membangun,” tuturnya.
Sementara itu, Prof. Ali Ghufron Mukti, MD, Ph.D, Dirjen Sumber Daya IPTEK Kemenristekdikti, menambahkan pendayagunaan riset dan pengembangan nasional untuk penciptaan nilai tambah pada sumber daya alam serta inovasi nasional adalah dalam rangka daya saing ekonomi. Sebab, tanpa inovasi baru ekonomi akan sulit berkembang dan bisa mandiri. (Humas UGM/ Agung; foto: Firsto)