Pemerintah berencana akan menaikkan iuran BPJS tahun depan dalam rangka menutup defisit BPJS kesehatan dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Tahun ini diperkirakan defisit dana BPJS mencapai Rp18 triliun rupiah. Menurut Pakar Kebijakan Kesehatan UGM, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., defisit JKN akan terus terjadi selama pemda tidak berperan aktif dalam menutup dana defisit tersebut. Belum lagi ditambah persoalan pemanfaatan dana yang salah sasaran dan ketidakpatuhan peserta BPJS mandiri dalam membayar iuran. “Sejak awal kita prediksi bahwa program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ini bisa defisit. Sebab, dana BPJS lebih banyak diberikan pada kelompok masyarakat mampu,” kata Laksono kepada wartawan di kampus UGM, Selasa (8/10).
Ia menyebutkan sekitar 30 juta Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) mayoritas adalah masyarakat yang tergolong mampu dan diperkirakan sekitar 45 persennya menunggak pembayaran. Meski jumlah peserta mandiri ini hanya 14,7 persen dari total kepesertaan JKN, namun peserta dari kelompok ini paling banyak memberikan defisit pada BPJS. Bahkan, dana BPJS yang berasal dari APBN untuk membiayai masyarakat miskin atau penerima bantuan iuran (PBI) selama ini juga digunakan untuk menutupi biaya kesehatan bagi peserta mandiri. “Dana PBI dipakai kelompok mandiri. Sebaiknya dipakai untuk orang miskin saja bukan yang kaya,” kata Laksono.
Laksono mencontohkan program jaminan kesehatan yang sama dan berlaku di Thailand. Disana dana dari pemerintah betul-betul diprioritaskan untuk membiayai masyarakat kelompok tidak mampu. Sementara bagi keluarga mampu disarankan untuk mendaftar asuransi kesehatan komersial. Lain halnya di tanah air, aturan perundang-undangan mengharuskan semua warga terdaftar dalam JKN menyebabkan manfaat BPJS dipergunakan oleh peserta yang relatif mampu dan berada di dekat kota-kota besar. “Saya kira kebijakan kementerian keuangan sudah tepat menaikkan premi di semua segmen untuk menutup defisit ini,” katanya.
Selain mengusulkan revisi UU SJSN tahun 2004 dan UU BPJS tahun 2011, Laksono menegaskan diperlukan penyusunan kebijakan kompartemen untuk mencegah risiko kerugian kelompok peserta BPJS dengan membuat kantong pengelolaan dana amanat, melibatkan pemda dalam pembiayaan defisit, menetapkan kelas standar, menetapkan nilai maksimal klaim setiap peserta, dan menggandeng asuransi kesehatan untuk memberikan layanan lebih kepada peserta mampu.
Namun yang tidak kalah penting, kata Laksono, dana JKN untuk kelompok peserta PBI yang dibiayai APBN tidak digunakan lagi untuk membiayai kelompok peserta mandiri. Sebaliknya, dana PBI akan fokus untuk masyarakat miskin dan tidak mampu di berbagai daerah. “Selama ini dana untuk masyarakat miskin di BPJS terbukti digunakan untuk membiayai masyarakat mampu, terjadi gotong royong terbalik,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)