Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM bersama dengan FKG dan Fakultas Farmasi UGM mengadakan kegiatan Summer Course 2019. Summer Course kali ini mengangkat tema ‘Interprofessional Health Care: Emergency and Trauma Care’.
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FK-KMK UGM, Prof. dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed., Ph.D., menyatakan kegiatan Summer Course kali ini diikuti 59 peserta terdiri dari 27 mahasiswa dalam negeri dan 31 peserta dari berbagai universitas mitra luar negeri. Peserta dari luar negeri berasal dari International Medical University, Vrije Universiteit Amsterdam, Ramathibodi Schoool of Nursing, Mahidol University, Cyberjaya University College of Medical Sciences, University of Medicine Pham Ngoc Thach, Manila Central University, Eberhard Karls University, dan Universiti Putra Malaysia.
Menurutnya, Summer Course kali ini melibatkan tiga fakultas untuk mendukung inovasi pengintegrasian program unggulan lintas disiplin UGM dalam memberikan advokasi sekaligus implementasi layanan kesehatan terpadu bagi kasus darurat dan trauma.
“Kita mengangkat tema itu karena keadaan darurat merupakan suatu kondisi yang sifatnya mengancam jiwa dan membutuhkan pertolongan segera dan setiap tahunnya lebih dari lima juta orang meninggal karena kasus darurat, seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan hingga cedera lainnya,” jelasnya di Puskesmas Kecamatan Ngablak, Magelang, Senin (4/11), seusai peninjauan dan belajar bersama komunitas.
Keadaan darurat, kata Gandes, tidak hanya terbatas pada kasus-kasus itu saja. Hal-hal yang bersifat menimbulkan penyakit di masa datang juga dapat disebut dengan keadaan darurat atau emergensi. Menurutnya, kasus emergensi dan trauma spektrumnya luas, misal untuk kasus-kasus terkena racun akibat penggunaan pestisida.
“Oleh karena itu, peserta diajak untuk menganalisis dampak dari paparan pestisida terhadap masyarakat Kecamatan Ngablak, Magelang. Mereka terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui situasi dan kondisi masyarakat di Kecamatan Ngablak yang mayoritasnya petani sayur dan banyak menggunakan pestisida setiap hari,” ucapnya.
Menurut Gandes, dengan terjun ke komunitas peserta Summer Course bisa memahami lebih dalam terkait trauma dan emergensi sekaligus budaya. Sebab, paparan pestisida secara kronis dinilai dapat mengakibatkan kondisi Silent Emergency.
Selama mengikuti Summer Course, para peserta sejak 28 – 30 Oktober mendapat kuliah secara komprehensif dari pembicara dalam dan luar negeri terkait emergensi dan trauma dari berbagai sudut pandang. Setelah itu, mereka terjun langsung untuk belajar kesehatan bersama komunitas lintas disiplin di Kecamatan Ngablak, Magelang.
Dr. dr. Ismail Setyopranoto, SpS(K), panitia Summer Course 2019, mengatakan terkait masalah pestisida yang terpenting untuk disampaikan pada masyarakat adalah soal bahaya pestisida. Masyarakat harus paham agar bisa menghindari paparan pestisida seminimal mungkin.
Upaya untuk meminimalkan paparan dari pestisida ini, katanya, yang pertama dilakukan adalah dengan penyuluhan terutama bagi para petani di kawasan Ngablak. Penyuluhan ini sudah dilaksanakan pada tahun 2016 di desa-desa yang memang memiliki paling tinggi paparan pestisidanya. Setelah itu, penyuluhan kedua pada tahun yang sama mengenai penyuluhan cara-cara menghindari paparan pestisida, sekaligus memberikan alat pelindung diri (APD) kepada mereka.
“Yang ketiga, penyuluhan lagi tentang penyakit-penyakit yang berkaitan dengan pestisida. Karena ini penyakit pada waktu itu kami menyelenggarakan pengobatan kepada mereka. Kemudian tahun 2017 kami lakukan lagi penyegaran sekaligus untuk menindaklanjuti temuan,” katanya.
Budi Daryanto, S.STP., M.Si, Camat Kecamatan Ngablak, Magelang, mengakui 80 persen warga Kecamatan Ngablak adalah petani sayuran dan holtikultura sehingga wajar penggunaan pestisida di daerah ini cukup tinggi. Menurutnya, sudah menjadi kebiasaan di kalangan petani di sana tanpa memikirkan efek yang ditimbulkan.
“Hasilnya bagus, mau pestisidanya banyak mereka tidak memikirkan, efek ke dirinya seperti apa tidak terpikirkan, yang penting hasilnya bagus dan menguntungkan itu yang saya tangkap,” katanya.
Meski begitu, beberapa kelompok tani saat ini sudah menggalakkan petani organik meskipun masih sedikit. Rata-rata warga disini menggunakan pestisida masih relatif cukup besar.
“Kalau tidak diedukasi seperti kemarin dari UGM terkait bahaya pestisida mereka juga selamanya tidak akan tahu. Ternyata pestisida berdampak besar baik untuk anak, orang dewasa maupun yang terpapar langsung,” ujarnya.
Hal yang sama disampaikan Kepala Puskesmas Ngablak, drg. Niken Sulistyo Handayani. Menurut Niken di Kecamatan Ngablak kasus terpapar akibat pestisida cukup besar sekitar 38 persen. Hal ini sesuai penelitian dari UGM yang selama tiga tahun berturut-turut melakukan penelitian di daerah ini.
“Biasanya pasien datang ke puskesmas ini dan kalau memang bisa kita tangani akan ditangani, tapi kalau ada kelainan biasanya kita rujuk ke rumah sakit. Sejauh ini mereka lebih banyak ke arah kulit karena jarang memakai alat perlindungan diri,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung; foto: Ega)