Yogya, KU
Jumlah penderita Tubercolosis (TBC) Daerah Istimewa Yogyakarta berhasil ditekan dari semula 100 menjadi 60 perseratus ribu penduduk atau terendah di Indonesia. Atas keberhasilan ini, Fakultas Kedokteran UGM dan RS Sardjito ditetapkan sebagai pusat pendidikan penanggulangan TBC untuk wilayah Asia.
Keberhasilan DIY menekan jumlah penderita TBC ini karena sejak tahun 2000 pihak rumah sakit Sardjito didukung FK UGM mengembangkan pola Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang semula hanya di laksanakan di Puskesmas untuk kemudian di laksanakan di tingkat rumah sakit. Program yang disebut Hospital DOTS Linked ini melibatkan 18 rumah sakit di DIY. Data pasien penderita TBC yang ditemukan kemudian disebarkan ke seluruh rumah sakit termasuk perkembangan pengobatannya.
“Ternyata program ini cukup berhasil menekan TBC di DIY dan akhirnya sejak 2007 kita ditunjuk sebagai pusat pelatihan penanggulangan TBC di Asia. Di dunia pusat pelatihan ini hanya ada dua. Yang satu ada di Afrika,†kata dr. Sumardi, Sp.PD-KP, dari bagian penyakit dalam (paru-paru) FK UGM yang mencetuskan program ini, Sabtu (1/3) di Kampus UGM.
Menurut Sumardi, dengan adanya jaringan rumah sakit dalam penerapan DOTS ini, pasien dapat dipantau terus meski dia pindah periksa dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain. Karena sesuai prinsip DOTS, pasien TBC memang harus mendapat pengawasan ketat dan pengobatan yang berkelanjutan.
“WHO mengakui keberhasilan ini untuk kemudian diadopsi guna diterapkan di seluruh dunia,†tambahnya.
Sebelum diterapkan program ini, DIY menempati urutan tengah-tengah jumlah penderita TBC di Indonesia. Namun sekarang, peringkatnya turun hingga terendah secara nasional.
“Untuk angka nasional yang penderita tertinggi mencapai 200 perseratus ribu penduduk,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)