Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM mencanangkan Desa Kemiri, Tanjungsari, Gunungkidul, sebagai desa mandiri pangan, Minggu (26/11) lalu. Bertempat di balai Desa Kemiri, pencanangan desa mandiri lewat program Gama Agro Med Vet Edupark ini secara simbolis ditandai dengan penyerahan 4.000 bibit pohon yang diserahkan kepada Kepala Desa dan Ketua Karang Taruna. Kegiatan yang dikemas dalam festival Desa Sehat dan Mandiri Pangan ini memamerkan berbagai produk hasil olahan pangan dan kegiatan pemeriksaan kesehatan gratis serta pelayanan kesehatan hewan.
Dr. drh, Sarmin selaku salah satu anggota tim peneliti kepada wartawan di kampus FKH UGM, Selasa (26/11) mengatakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk mewujudkan Desa Kemiri sebagai pusat pendidikan dan pelatihan teknologi terapannya untuk bidang teknologi pertanian dan kesehatan hewan. “Kita juga menyediakan konsultasi interaktif antara warga dengan ahli untuk mewujudkan Kemiri bisa mandiri pangan,” katanya.
Sarmin mengatakan rencananya Desa Kemiri akan dikembangkan sebagai desa agrowisata yang berbasis tanaman hutan dan ternak dalam wadah Gama Agro MeD Vet Edupark. Oleh karena itu, penyerahan 4.000 bibit tanaman yang berasal dari bantuan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Hutan Lindung Serayu Opak Progo ini bisa mendukung ke arah tersebut. Sarmin menyebutkan beberapa jenis bibit pohon yang ditanam diantaranya bibit tanaman sengon, sirsak, mahoni, jeruk dan jati.
Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto, peneliti lainnya, mengatakan pemilihan Desa Kemiri sebagai lokasi pengembangan agrowisata, teknologi pangan dan kesehatan hewan ini berangkat dari persoalan yang dihadapi peternak atas banyaknya kasus penyakit cacing yang begitu tinggi dan menginfeksi ternak sapi sehingga pertumbuhan ternak jadi terhambat. “Kita melihat adanya lingkungan kandang yang tidak sehat karena setiap hari ternak menyatu dengan kotoran yang ada di kandang,” kata Indarjulianto.
Selain itu, tim kesehatan hewan FKH UGM juga menemukan adanya kasus inseminasi buatan (IB) yang gagal meski telah berkali-kali dikawinkan. Untuk bidang pengolahan pertanian desa ini termasuk daerah penghasil singkong yang lebih banyak diolah menjadi gaplek. “Tim dari UGM mencoba membantu kesehatan ternak dan pengembangan produk olahan pangan sebagai salah satu sumber ekonomi warga,” katanya. Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan oleh Tim UGM adalah pengolahan sumber hijauan lokal sebagai pakan ternak. Selanjutnya pemberdayaan petani dalam produksi ternak dan reproduksi melalui revitalisasi singkong dan sumber pangan lokal. “Untuk mendukung kegiatan ini kita menyerahkan beberapa alat teknologi berupa terapan rekayasa alat produksi pencacah rumput, peniris minyak dan pengiris singkong,” ungkapnya.
Selama pendampingan berlangsung, kata Indarjulianto, pihaknya telah berhasil menyusun buku ensiklopedia toga atau tanaman obat yang berasal dari kearifan lokal keluarga Desa Kemiri. Lalu, buku aneka resep warisan leluhur Desa Kemiri serta pelatihan mengenai tata kelola kebijakan eksploitasi dan konservasi SDA, peningkatan tata kelola kelembagaan desa, serta pengenalan produk tepung premiks pancake mocaf instan Gama pantelo. (Humas UGM/Gusti Grehenson)