
Mendung duka menyelimuti Universitas Gadjah Mada. Salah satu putra terbaiknya, Prof. dr. Supargiyono, DTM&H, SU, Ph.D, Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, meninggal dunia pada Minggu (8/12) di RSUP Dr. Sardjito.
Sebelum dimakamkan di pemakaman keluarga UGM di Sawitsari, jenazah almarhum disemayamkan di Balairung UGM untuk mendapatkan penghormatan terakhir dari keluarga besar UGM. Ratusan sivitas akademika UGM beserta kerabat dalam penghormatan ini menyampaikan ungkapan duka cita kepada keluarga.
Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset, Prof. Dr. Ir. Bambang Agus Kironoto, saat memimpin upacara pelepasan dan penghormatan mengungkapkan telah banyak sumbangan pemikiran mendiang almarhum Prof. Supargiyono dalam bidang kedokteran, khususnya bidang parasitologi, imunologi, biologi molekuler dan epidemiologi.
“Atas nama keluarga besar Universitas Gadjah Mada kami menyampaikan rasa duka mendalam, semoga almarhum memperoleh tempat yang paling mulia di sisi Tuhan dan keluarga yang ditinggalkan memperoleh ketabahan untuk melanjutkan perjuangan hidup,” ucapnya di Balairung, Senin (9/12).
Bambang menuturkan dalam pengukuhan sebagai Guru Besar pada 13 Januari 2001, Prof. Supargiyono menyampaikan pidato berjudul “Malaria: Tinjauan Aspek Imunologi dan Biologi Molekuler dalam Perancangan Vaksin”. Dipilihnya judul tersebut karena penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting di negara-negara tropis.
Dalam era kesejagatan ini masalah penyakit malaria ini meluas menjadi masalah global. Berbagai usaha untuk menanggulangi penyakit tersebut telah dilakukan, tetapi hasilnya dirasa tidak pernah sempurna.
“Maka mulailah dipikirkan pencarian alternatif penanggulangan dengan mengembangkan vaksin malaria,” tuturnya.
Masalah penanggulangan penyakit malaria ini, menurut Bambang, merupakan pekerjaan rumah besar dalam dunia kedokteran di dunia. Puncak kegelisahan mendiang Prof. Supargiyono telah disampaikan sejak tahun 2001 dan baru pada tahun 2019 ini vaksin malaria pertama dirilis di Malawi, Kenya dan Ghana.
“WHO mendeskripsikan vaksin ini sebagai alat kontrol malaria komplementer. Artinya, vaksin harus digunakan berbarengan dengan metode pencegahan lain demi mengurangi risiko malaria secara keseluruhan. Semoga generasi penerus Prof. Supargiyono di FKKMK UGM dapat melanjutkan perjuangan almarhum dalam mengembangkan berbagai metode untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia,” katanya. (Humas UGM/ Agung)