![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2019/12/09121915758824222079696656-766x510.jpg)
UGM menjalin kerja sama pengembangan pertanian blueberry dengan Japan Association. Pada kunjungannya ke UGM, Presiden Ezawa Fruits Land and Blueberry Association, Sadao Ezawa, menyerahkan bibit blueberry untuk dikembangkan di Indonesia.
“Kemarin saya sudah sempat mengunjungi lahan yang akan ditanami blueberry. Saya berharap melalui penyerahan bibit ini, pertanian blueberry di Indonesia akan maju,” ucapnya.
Pengembangan pertanian blueberry di Jepang, ujarnya, dimulai pada tahun 1951, dengan teknologi dan cara penanaman yang masih sederhana. Pada awalnya, pengembangan komoditas ini mengalami beragam masalah sehingga belum bisa menghasilkan produksi yang maksimal.
Seiring dengan kemunculan teknologi yang lebih maju dan penemuan cara penanaman yang lebih baik, di 1980-an pertanian blueberry sudah cukup berkembang dan di seluruh Jepang terdapat sekitar 120 lahan penanaman blueberry yang masing-masing memiliki luas 7 hektare.
Ezawa sendiri menjadi salah satu tokoh yang ikut mengembangkan cara penanaman khusus untuk mengembangkan pertanian blueberry. Telah lebih dari 20 buku ia tulis untuk menyebarkan pengetahuan yang ia kembangkan selama bertahun-tahun.
“Caranya sangat sederhana, kalau bisa dipraktikkan saya yakin akan berhasil,” katanya.
Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, drg. Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D, mengungkapkan bahwa pemberian bibit ini menjadi pembuka bagi kerja sama yang lebih erat antara Indonesia dan Jepang, terutama dalam pengembangan riset-riset yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Mudah-mudahan dengan adanya riset ini kita akan menemukan atau menghasilkan varietas baru yang cocok dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Lebih jauh, Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman, mengungkapkan kerja sama ini memberikan dampak yang positif khususnya mengingat neraca perdagangan impor hortikultura yang masih negatif.
“Impor kita cukup tinggi, sementara ekspor rendah. Pada tahun 2018, jumlah impor kita 32,62 Triliun, sementara ekspor hanya 6,211 Triliun,” ucapnya.
Ia menambahkan, tren konsumsi buah di kalangan masyarakat terus meningkat karena semakin banyak orang menyadari manfaat dari konsumsi buah secara rutin. Dengan permintaan yang semakin meningkat, pemerintah juga perlu mendorong produksi pertanian lokal untuk dapat memenuhi permintaan pasar.
Meski blueberry tergolong sebagai tanaman subtropis, ia optimis bahwa tanaman tersebut bisa ditanam di Indonesia. Namun, ia mengharapkan adanya pengkajian lebih lanjut agar tanaman ini bisa berkembang dengan baik dengan kondisi yang ada.
“Tepat sekali jika ada kerja sama dengan perguruan tinggi karena ini tanaman subtropis jadi butuh dikaji. Kami percaya UGM dengan fasilitas laboratorium yang bagus ini akan berkembang,” kata Liferdi. (Humas UGM/Gloria)