Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng, meresmikan Indonesia Natural Dye Institute (INDI) sebagai Pusat Unggulan Inovasi Pewarna Alami Indonesia. Berdirinya INDI akan menjadi sarana dan rujukan pendidikan, penelitian, pengembangan, dan pengadaan pewarna alami bagi Indonesia yang sehat, baik untuk lingkungan maupun manusia serta menyejahterakan secara ekonomi.
INDI dalam kegiatannya diharapkan mampu memfasilitasi hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan perkembangan pewarna alami secara lebih tersistem dan efisien di Indonesia dan dunia internasional. Selain itu, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta penelitian pewarna alami maupun mempromosikan dan memproduksi pewarna alam serta mengorganisasi para peneliti, pencinta, produsen dan pengguna pewarna alami.
Rektor UGM berharap INDI dapat berkontribusi pada pengembangan teknologi pewarna alami yang ujung-ujungnya berkontribusi kepada kemajuan perekonomian di Indonesia. Keberadaan pewarna alami hampir menyangkut seluruh bidang yang ada di keilmuan, mulai dari kebudayaan, budi daya tanaman, teknik pengolahannya, pemasaran hingga bidang kesehatan beserta aplikasinya.
“UGM sebagai universitas yang komprehensif memiliki seluruh prodi atau bidang ilmu yang komplet tentu menjadi keuntungan tersendiri, sebab bisa memanfaatkan itu untuk kebahagiaan dan keadaban bagi bangsa Indonesia,” katanya, di GSP UGM, Selasa (10/12) saat berlangsung sosialisasi dan Launching Indonesia Natural Dye Institute (INDI) UGM dalam mendukung pengembangan pewarna alami di Indonesia.
Keberadaan INDI, disebutnya, bukan hanya sekadar menghasilkan penelitian-penelitian dan pengembangan teknologi semata, tetapi bagaimana kemudian INDI berkontribusi langsung kepada perkembangan perekonomian. INDI sangat diharapkan memiliki peran dan fungsi tersebut karena bangsa Indonesia memiliki biodiversity terbesar ketiga dan memiliki berjenis-jenis tanaman.
“Seperti batik yang juga telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia. Akan terus berkembang, disitulah pewarna diperlukan sehingga masyarakat dunia tahu bagaimana kita melindungi lingkungan, ramah terhadap lingkungan dan pewarna alami menjadi pilihan agar bisa berkontribusi memajukan perekonomian, memajukan industri, dan tidak merusak lingkungan,” tuturnya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, drg. Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D., menyatakan riset-riset pewarnaan alami Indonesia di UGM merupakan potensi yang sangat futuristik. Sebab, melalui pewarna alami dapat menguak lebih dalam khazanah kebudayaan dan khasanah filsafat di Indonesia.
“Begitu juga melalui pewarna alami ini kita akan dapat mengembangkan teknologi-teknologi baru, teknologi-teknologi masa depan. Misalnya bagaimana mengupayakan stabilitas pewarna alami, mengupayakan konsentrasi yang tepat untuk setiap pewarna alami, mengupayakan intensitas warna yang bisa kita usahakan dengan sebaik mungkin untuk seluruh sumber pewarna alami di Indonesia,” ucapnya.
Dr. Ir. Edia Rahayuningsih, M.S menambahkan melihat INDI dari perspektif aplikasi maka bisa diterapkan di bidang tekstil, makanan dan di produk-produk lainnya. Untuk bidang tekstil, aplikasi pewarna alami dinilai sangat prospektif karena ada pelarangan penggunaan warna sintesis.
Selain itu, kesadaran masyakarat global untuk kembali ke alam sudah mulai marak. Sementara itu, Indonesia sendiri masih mengimpor pewarna sintesis dalam kapasitas sangat besar.
“Konon dari teman-teman pengrajin mengatakan 80-90 persen pengrajin Indonesia masih menggunakan naptol yang sebenarnya sudah dilarang penggunaannya. Sedangkan Indonesia kaya sumber daya alam yang melimpah dan belum termanfaatkan,” imbuh koordinator INDI itu. (Humas UGM/ Agung)