Gemerlap lampu menyinari para model melenggang di atas panggung catwalk. Panggung tersebut terletak di tengah-tengah lantai 2 GSP UGM. Mereka dikelilingi oleh para penonton yang sibuk mengabadikan tiap langkah mereka di atas panggung tadi.
Pakaian yang mereka kenakan mencerminkan tajuk acara pada Rabu (11/12) malam itu, yakni “Malam Pagelaran Batik Nusantara”. Acara ini dipersembahkan oleh Dharma Wanita (DWP) UGM sebagai puncak Festival Batik Nusantara yang telah terselenggara sejak tanggal Senin (9/12) lalu dalam rangka Dies Natalis UGM ke-70 atau Lustrum XIV. Para model tadi juga merupakan pemenang dari lomba Fashion Show yang diselenggarakan sebelumnya.
Ketua DWP UGM, Nur Indrianti, menyatakan bahwa rangkaian acara ini merupakan wujud dedikasi UGM sebagai universitas kebudayaan untuk melestarikan warisan budaya bangsa, yakni batik. Menurutnya, batik, selain menjadi budaya, juga dapat menjadi potensi untuk menggerakkan roda perekonomian bangsa.
“Saat ini batik telah menjadi industri batik nasional sudah terbilang baik. Banyak teknologi yang telah dihasilkan agar membuat produksi batik ini menjadi lebih efektif dan efisien. Harapannya dengan acara ini, batik dapat lebih dikenal dunia internasional sehingga dapat mengangkat martabat bangsa,” ungkapnya.
Pada acara malam itu juga dilakukan penganugerahan untuk pemenang Lomba Cipta Citra Batik. Lomba ini bertujuan untuk mencari motif batik yang dapat mencerminkan nilai filosofis UGM. Pemenang dari lomba ini diraih oleh Y. Sigit Supradah dengan motif batik “Gurda Kusuma Griya UGM”.
Motif “Gurda Kusuma Griya” ini memiliki makna sebuah rumah besar bagi Kawah Candradimuka. Sang pencipta memaksudkan rumah ini sebagai UGM. Sang pencipta memaksudkan rumah ini sebagai UGM. Rumah tersebut mewadahi rakyat dari berbagai lapisan, dan menghasilkan para tunas kusuma bangsa yang akan menjadi pelopor di bidangnya.
Makna tersebut dituangkannya dengan stilirisasi burung garuda yang menauingi tiga tiang yang melambangkan Balairung UGM. Selain itu, terdapat pula stilirisasi caping petani yang melambangkan simbol rakyat. Sang pencipta ingin menyampaikan melalui hal ini bahwa UGM adalah kampus kerakyatan. Terakhir, warna dasar dari motif ini menunjukkan kekhasan daerah Yogyakarta yang merupakan tempat UGM berada.
Indrianti menyatakan bahwa karya Sigit ini pantas untuk menang karena memang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. “Sesuai tajuk perlombaan, yakni Lomba Cipta Citra, kami tidak hanya mencari desain motif batiknya saja. Melainkan, bagaimana sang pencipta bisa menuangkan desain tersebut dalam sebuah medium kainnya pula,” ungkapnya.
Motif batik ini kemudian secara simbolis diserahkan dari DWP kepada UGM yang diwakili oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN Eng. Indrianti berharap, walaupun acara malam itu terkesan sederhana, namun tetap berkesan mendalam.
“Saya harap acara ini dapat mengobarkan semangat untuk melestarikan dan menjunjung martabat batik. Dengan demikian, batik bisa lebih dihargai di dunia dan membuat Jogja dapat dikenal sebagai kota batik dunia,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam;foto:Vino)