Saat ini, sulit membedakan antara malpraktek dengan kelalaian, kecelakaan ataupun kegagalan yang dilakukan tenaga profesi kesehatan. Sering kali pasien beranggapan telah terjadi malpraktek, sementara disisi lain tenaga kesehatan mengaku tidak melakukannya.
Dugaan malpraktek terkadang muncul karena dokter kurang menghormati adanya hak pasien yang berkaitan dengan informed consent maupun medical record.
Kondisi tersebut diperparah dengan belum terbukanya akses publik terhadap standar profesi dan pelayanan medik baku. Juga, belum ditumbuhkan pemahaman mengenai hukum kesehatan, khususnya eksistensi UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang sampai saat ini belum terwujud.
Demikian beberapa permasalahan yang dibahas dalam seminar “Aspek Hukum di Bidang Pelayanan Kesehatanâ€, hari Kamis (10/8) di gedung III Fakultas Hukum UGM.
Atas kondisi tersebut, Kepala Dinas Keehatan Provinsi DIY dr Bondan Agus Suryanto SH MA AAK menyatakan, bahwa profesi kesehatan yang semestinya sangat diharapkan dan dipercayai, nampaknya kini banyak yang mencurigai bahkan muncul sikap cemburu terhadap profesi ini.
Bagi dr Bondan, malpraktik seharusnya tidak hanya ditujukan bagi mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, namun bisa dituduhkan kepada semua kelompok profesi.
“hanya saja, karena objeknya manusia maka profesi kesehatan dibebani tuntutan yang lebih berat untuk tidak berbuat kesalahan dalam pekerjaannyaâ€, ujar Bondan saat menjadi keynotes speakers.
Oleh karena itu untuk memberi kepastian dan perlindungan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, pemerintah menerbitkan UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dari Undang-undang tersebut diharapkan praktik kedokteran dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu diperlukan pula peran organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan.
“Dengan demikian tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus mentaati ketentuan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmunyaâ€, tandas Bondan.
Turut memberikan sumbang pemikiran dalam seminar kali ini, Prof Dr Bambang Poernomo SH, dr Adam Suyadi SpB, Budiman SH M Kes M Hum, Dr Siti Ismijati Jenie SH CN, dan Dr Sutanto. (Humas UGM)