Anak muda sebagai generasi milenial saat ini terancam dari berbagai paham ajaran dan ideologi transnasional yang dapat mereka terima dari semua lini bahkan informasi yang bersumber dari jejaring media sosial dan internet. Oleh karena itu, anak muda diharapkan bisa berpikir kritis dan selektif dalam menerima sebuah paham baru tertentu. Anak muda milenial disarankan lebih banyak belajar dan bertanya kepada orang tua dan membaca kembali buku tentang sejarah pendirian bangsa. Hal itu mengemuka dalam Forum Dialog Milenial Bicara Kebangsaan di Auditorium lantai 4 Mandiri di Fisipol UGM, Jumat (16/12).
Diasma Sandi Swandaru, anak muda yang menjadi peneliti Pusat Studi Pancasila UGM, memiliki pandangan bahwa ajaran ideologi dapat berasal dari mana saja apalagi saat ini tersebar luas di media sosial dan internet. Namun begitu, ia menyarankan generasi muda milenial apabila memiliki keraguan terhadap ajaran dan ideologi tertentu yang baru diketahuinya hendaknya bertanya lebih jauh kepada keluarga sebagai orang terdekat. “Jika Anda terpapar dengan berbagai paham, kembalilah kepada keluarga, orang tua. Jangan percaya omongan dari orang yang baru Anda kenal meski secara analogi benar. Orang tua kita itu orang jujur dan tidak akan menyesatkan anaknya,” katanya.
Menurutnya, paham dan ideologi yang sifatnya transnasional masuk ke semua lini. Apabila ada ideologi baru yang akan menggantikan Pancasila sebagai dasar negara menurutnya anak muda harus tegas menolaknya dan tidak segan-segan untuk membaca buku tentang sejarah pendirian bangsa ini untuk menguatkan pendiriannya. “Kembalilah ke asal mula negara ini didirikan,” ujarnya.
Mantan Presiden Mahasiswa UGM, Obed Kresna Widyapratistha, menuturkan sangat mudah membedakan kelompok yang dianggap mencintai Pancasila dengan kelompok anti Pancasila. Mereka yang mencintai Pancasila menurutnya akan lebih mencintai keragaman, menjaga sikap toleransi antar agama, dan melindungi kelompok minoritas. “Yang tidak Pancasila itu biasanya tidak mencintai keragaman, agama dan suku, tidak peduli kelompok minoritas dan tidak mau melindunginya sehingga kelompok minoritas ini semakin termarginalkan,” katanya.
Selain itu, mereka yang tidak Pancasila ini menurutnya selalu menutup mata dan tidak peduli apabila ada masyarakat yang digusur, dipukuli aparat dan membiarkan kemiskinan dan korupsi merajalela. “Anak muda Pancasila tidak membiarkan ini semua, kemiskinan, korupsi, kerusakan alam, pelanggaran HAM dan ketidakadilan,” kata mahasiwsa Fisipol UGM ini.
Ia menyarankan anak muda selalu mengamalkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari serta membuka ruang dialog dengan warga masyarakat. Sementara Arin Mamlakah Kalamika, aktivis muda NU dan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengatakan anak muda milenial yang hebat adalah anak muda yang memiliki visi untuk memberi kemanfaatan bagi masyarakat lewat karya yang dihasilkan. “Milenial yang hebat adalah kaum muda yang memiliki karya nyata dimana terinspirasi dari ajaran kitab suci dengan mengembangkan produk lokal dan sumber daya lokal,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)