Mangrove memiliki arti penting bagi kemaslahatan manusia, terutama menjaga daratan dari badai, abrasi dan instrusi. Sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut, mangrove perlu penanganan yang spesifik, tidak seperti hutan darat lainnya. Rehabilitasi hutan mangrove perlu waktu dan habitat tempat tumbuh yang tepat guna meningkatkan laju pertumbuhan tanaman.
Demikian disampaikan dosen Fakultas Kehutanan UGM Erny Poedjirahajoe saat ujian doktor hari Sabtu (12/8) di gedung sekolah Pascasarjana UGM.
Dari hasil penelitian terhadap “Klasifikasi Lahan Potensial Untuk Rehabilitasi Mangrove di Pantai Utara Jawa Tengahâ€, Poedjirahajoe menyebut bahwa peta lebar jalur hijau, salinitas, ketebalan lumpur dan tahun tanam mangrove membentuk 32 unit ekologis dengan total luasan 8.022,58 ha.
Hasil penelitian tersebut, mampu menunjukkan kawasan-kawasan mangrove yang memiliki potensi lahan cukup bagus, dapat mengurangi faktor kegagalan rehabilitasi mangrove. Sehingga, kedepan diharapkan terbentuknya kembali ekosistem mangrove yang stabil. Dengan terbentuknya ekosistem yang stabil, maka peran mangrove sebagai penstabil lahan, penahan abrasi dan intrusi akan berjalan dengan semestinya.
“Dengan demikian bahaya badai, gelombang tinggi, banjir, abrasi dan intrusi dapat dikurangi, bahkan dicegahâ€, tandas perempuan kelahiran Surabaya 15 juli 1964.
Dalam ujiannya Erny Poedjirahajoe dinyatakan lulus doktor bidang Ilmu Kehutanan dengan predikat sangat memuaskan, sekaligus menjadi doktor ke-745 yang diluluskan UGM.
Bertindak selaku promotor Prof Dr Djoko Marsono MSc dan ko-promotor Dr Ir Setyono Sastrosumarto MSc serta Dr Ir Dradjad MSc (Humas UGM)