Mencetak Sumber Daya Manusia Unggul tentu melibatkan banyak sektor. SDM Unggul ini tidak hanya soal kepintaran, tetapi berkaitan dengan karakter.
Demikian disampaikan Dr. dr. M.Yani, M.Kes, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera Pemberdayaan Keluarga, di sela-sela penyelenggaraan Exclusive Workshop for Goverment Stakeholders bertema Membangun Keluarga Tangguh dari Riset Menjadi Kebijakan, Jumat (10/1/), di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Yani menyatakan berbicara pendidikan dan karakter maka sudah seharusnya semuanya dimulai dari keluarga. Sebab, mencetak SDM unggul yang berkarakter tidak hanya saat duduk di bangku pendidikan, tetapi sejak dari keluarga.
“Sudah harus dimulai dari keluarga. Ini tidak akan terwujud jika keluarganya berantakan, sebaliknya mereka bisa dihadirkan dari keluarga yang berkualitas atau kalau di masyarakat disebut sebagai keluarga tangguh,” ucapnya.
Yani menyebut bentuk keluarga tangguh ini sering digambarkan sebagai Keluarga Indonesia. Meskipun definisi keluarga tangguh ini antara satu keluarga dengan keluarga lain berbeda.
Sementara Keluarga Indonesia atau Keluarga Pancasila selama ini mengacu sesuai dengan konsep-konsep keluarga menurut UU No 52 Tahun 2009. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Keluarga Berkualitas adalah Keluarga Berketahanan dan menjalankan 8 fungsi keluarga.
“Keluarga yang menjalankan delapan fungsi keluarga dengan baik ini maka akan disebut keluarga yang berkualitas dan tangguh,” tuturnya.
Mereka adalah keluarga-keluarga yang menerapkan fungsi agama, fungsi budaya dan fungsi sosio-ekonomi. Selain itu, mereka juga menjalankan fungsi cinta kasih, fungsi keamanan, fungsi reproduksi, serta keluarga yang senantiasa menjalankan fungsi-fungsi lingkungan.
Pendapat senada disampaikan Rohdiana, M.Sc, Plt. Kepala Perwakilan BKKBN DIY. Menurutnya, Keluarga Berketahanan adalah keluarga yang memiliki nilai-nilai keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah kebersamaan, nilai rasa saling ngemong, nilai-nilai berbasis budaya dan saling berempati.
“Di BKKBN juga mengembangkan delapan fungsi keluarga. Keluarga yang berketahanan adalah keluarga yang sudah mengimplementasikan delapan fungsi, dan penjabaran dari fungsi-fungsi ini sangat luas sekali. Kalau sebuah keluarga sudah menjalankan fungsi-fungsi ini maka tentunya akan menjadi keluarga berketahanan dan tangguh,” sebutnya.
Menurutnya, DIY di masa depan berkeinginan mewujudkan ketahanan keluarga yang berbasis keluarga. Oleh karena itu, Worshop CPMH Fakultas Psikologi UGM dengan nara sumber Prof. Silvya Asay dari University of Nabraska Amerika Serikat ini dinilainya sangat strategis karena riset-risetnya selama 30 tahun di 40 negara telah menghasilkan poin-poin terkait membentuk ketahanan keluarga yang tangguh.
“Oleh karena itu, kami berharap dari workshop ini akan bermanfaat bagi para pengambil kebijakan karena kami juga mengundang kepala OPD se-DIY yang sejalan dengan ketahanan keluarga,” katanya.
Diana Setiyawati, M.HSc.Psy., Ph.D, Psikolog dari CPMH Fakultas Psikologi UGM, menambahkan workshop digelar untuk memperkuat SDM-SDM Pemerintah agar penguatan keluarganya lebih evidence base. Selain itu, agar lebih terstruktur sehingga para peserta akan menjalankan apa yang sudah dijalani selama ini dengan perspektif lain.
“Kita mendekatkan tokoh families studies, Prof. Silvya Asay karena ia membawa ideologi bernama streng base model, model berdasarkan kekuatan. Tidak semua keluarga itu kuat tetapi setiap keluarga mempunyai kekuatan sehingga di workshop ini diajari bagaimana memanfaatkan kekuatan keluarga meskipun kecil untuk menuju keluarga yang kuat,” ujar Diana. (Humas UGM/ Agung)