• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Masyarakat Tak Perlu Khawatir Berlebihan Kasus Antraks di Gunungkidul

Masyarakat Tak Perlu Khawatir Berlebihan Kasus Antraks di Gunungkidul

  • 18 Januari 2020, 12:51 WIB
  • Oleh: Gloria
  • 6165
Kasus Antraks di Gunungkidul, Masyarakat Tidak Perlu Khawatir Berlebihan

Beberapa waktu lalu kembali ditemukan kasus antraks di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di Kabupaten Gunungkidul. Meski demikian, Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus , DAA, DEA., menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan.

“Jangan takut berlebihan, yang penting tetap siap siaga,” ucapnya.

Antraks sendiri merupakan penyakit yang bersumber binatang dan tidak menular dari manusia ke manusia. Penularannya biasanya terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan yang sakit atau daging hewan yang terkontaminasi dan mengonsumsi daging hewan yang terkontaminasi spora antraks.

Pasca kejadian ini, Ali menyebutkan bahwa perlu dilakukan pembatasan mobilisasi orang dan ternak untuk mengurangi risiko penularan dan langkah-langkah strategis lainnya terkait biosecurity.

“Yang paling sederhana, bagaimana orang yang keluar dan masuk kandang itu diberi disinfektan,” ucapnya.

Penularan penyakit antraks terhadap manusia sendiri dapat termanifestasi ke dalam 3 macam, yaitu antraks kulit akibat kontak langsung dengan binatang yang sakit atau mati, antraks pencernaan jika mengonsumsi daging yang terkontaminasi antraks, atau antraks pernafasan melalui spora antraks yang terhirup.

Dari ketiganya, yang paling sering terjadi adalah antraks kulit yang memiliki gejala demam, bengkak, serta luka yang memunculkan kopeng menghitam tebal.

“Antraks jenis ini relatif tidak fatal, lebih berbahaya antraks pernafasan dan pencernaan,” ungkap dr. Riris Andono Ahmad, MPH, PhD, pengajar di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM.

Masyarakat menurutnya perlu memiliki kesadaran yang lebih besar tentang penyakit ini serta cara mengatasinya. Apabila seekor ternak telah menunjukkan gejala antraks, seperti demam tinggi, gelisah, tidak mau makan, mati dengan keluarnya darah hitam dari lubang tubuh atau mati secara mendadak, pemilik ternak perlu menghubungi puskeswan atau petugas kesehatan hewan terdekat dan tidak justru menyembelih hewan tersebut untuk dijual atau dikonsumsi.

“Di DIY sendiri sebagian besar kasus terjadi karena ketika seekor ternak sakit atau mati masyarakat merasa eman-eman dan mencoba, daripada mati sia-sia maka disembelih untuk dijual dengan harga murah atau diberikan kepada masyarakat sekitar,” kata Riris.

Tindakan ini, terangnya, justru akan meningkatkan risiko penyakit karena dengan menyembelih hewan itu akan menyebarkan spora ke lingkungan.

Ia pun mengimbau tenaga kesehatan terutama yang berada di layanan primer untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap tanda dan gejala penyakit Antraks dan segera berkoordinasi dengan dinas kesehatan atau puskesmas terkait apabila menemukan kecurigaan suspek kasus antraks

Pakar mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. Dr. drh. AETH. Wahyuni, M.Si., mengungkapkan bahwa penyakit antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Spora dari bakteri ini, jelasnya, bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun. Oleh karena itu, ia menegaskan agar hewan yang diduga terjangkit penyakit ini tidak boleh disembelih atau dibuka.

“Kalau hewan disembelih darahnya akan keluar, dan di situ bakterinya juga akan keluar. Begitu berhubungan dengan udara, dia akan membentuk spora yang bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun,” terangnya.

Karakter bakteri tersebut, ujarnya, membuat pengendalian penyakit antraks tidak mudah karena sulit untuk mengetahui di mana letak spora bakteri yang keluar dari hewan. Untuk itu peternak perlu melakukan penanganan bangkai hewan secara tepat.

Ia menyampaikan bahwa di beberapa negara, penanganan bangkai hewan yang terjangkit penyakit dilakukan dengan insenerator untuk menghancurkan bangkai secara menyeluruh. Namun, alat tersebut belum bisa diterapkan untuk kasus penyakit ternak di Indonesia.

Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan mengubur bangkai pada lubang dengan kedalaman minimal 2 meter yang ditutup dengan tanah dan diberi disinfektan. Area tersebut juga sebaiknya diplester atau dilapisi dengan semen sebagai penanda bahwa di tempat tersebut pernah terjadi kasus antraks.

“Dan tempat itu tidak boleh dibangun ataupun digali,” imbuhnya.

Sebagai pencegahan, khususnya di daerah di mana penyakit antraks telah menjadi endemik, perlu dilakukan vaksinasi ternak serta pengawasan secara berkala terhadap hasil dari vaksinasi tersebut. Ia menyarankan agar vaksinasi dilakukan dua kali dalam setahun karena antibodi mulai menurun setelah 6 bulan.

Humas UGM
Reporter: Gloria
Foto: Vino

Berita Terkait

  • Masyarakat Tidak Perlu Khawatir Antraks

    Saturday,21 January 2017 - 18:09
  • Cacing Hati dan Antraks, Penyakit yang Kerap Menyerang Hewan Kurban

    Monday,28 June 2021 - 15:49
  • Kasus Antraks Relatif Mudah Ditangani

    Wednesday,25 January 2017 - 14:38
  • Pakar UGM: Omicron Belum Terbukti Lebih Menular dari Delta

    Tuesday,30 November 2021 - 5:57
  • Varian Inggris B117 Tidak Memengaruhi Efikasi Vaksin

    Thursday,04 March 2021 - 12:51

Rilis Berita

  • Pukat UGM Sesalkan Kemunduran Pemberantasan Korupsi di Indonesia 08 February 2023
    Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kur
    Gusti
  • Belajar dari Gempa Turki, Masyarakat Perlu Memiliki Rencana Evakuasi Mandiri 07 February 2023
    Bencana gempa bumi dengan magnitudo 7,8 melanda Turki dan Suriah pada hari Selasa (6/2) kemarin.
    Gusti
  • Aplikasi Layanan Ramah Disabilitas Buatan Mahasiswa Difabel UGM Raih Perak di IPITEX Bangkok 07 February 2023
    Aplikasi layanan ramah disabilitas buatan mahasiswa penyandang disabilitas daksa dari Departemen
    Ika
  • SPs UGM Lakukan Pengabdian di KHDTK Getas Blora 07 February 2023
    Sekolah Pascasarjana UGM (SPs) mengadakan serangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Belu
    Agung
  • Cegah Diabetes Pada Anak Dengan Membatasi Makanan Manis dan Lakukan Aktivitas Fisik 06 February 2023
    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat kasus diabetes pada anak meningkat signifikan pada t
    Ika

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual