Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerja Sama (PPKK) Fisipol dan Gugus Tugas Papua (GTP) menyampaikan hasil kajian awal pemekaran Provinsi Papua Tengah di hadapan para bupati wilayah Papua, Rabu (29/1) di Fisipol UGM.
Ketua Gugus Tugas Papua UGM sekaligus sebagai Ketua Tim Peneliti, Drs. Bambang Purwoko, M.A., mengatakan kajian ini merupakan kajian agenda setting kebijakan pemerintah yang diformulasikan secara mendetail dalam rangka mengatasi problematika pelik di tanah Papua. Menurutnya, studi yang dilakukan sejak awal tidak hanya untuk menjustifikasi usulan pembentukan provinsi baru, tetapi diletakkan dalam kerangka besar penanganan permasalahan di tanah Papua secara lebih komprehensif dalam bingkai Otonomi Khusus Papua.
“Basis analisis kajian ini bukan semata-mata melihat kelayakan, tetapi juga menekankan pada aspek kebutuhan pemekaran. Selain itu, kajian pemekaran ini juga bukan hanya untuk menjawab aspirasi lokal, tetapi juga menjadi bagian integral dari kepentingan strategis nasional”, paparnya dalam rilis yang diterima Kamis (30/1).
Dia menambahkan hasil dan rekomendasi kajian ini bisa dijadikan model penataan daerah yang lebih luas, khususnya bagi daerah yang memiliki tantangan dan persoalan serupa.
Sementara itu, salah satu Peneliti Ahli Gugus Tugas Papua UGM, Dr. Gabriel Lele, menyebutkan beberapa persyaratan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Provinsi Papua Tengah memang masih belum terpenuhi. Kendati begitu, kondisi tersebut justru semakin menegaskan kondisi Papua yang membutuhkan intervensi serta instrumen khusus. Menurutnya, tanpa perlakuan khusus tersebut, Papua akan selamanya tertinggal.
“Dalam perspektif kebutuhan, usulan pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah tidak hanya dilihat sebagai keniscayaan politik, tetapi juga menjadi keharusan secara sosial dengan terjadinya pertemuan antara aspirasi lokal dan kepentingan nasional. Oleh karena itu, usulan pembentukan DOB di Papua menjadi kebutuhan yang mendesak untuk diwujudkan,” ucap dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM ini.
Gabriel Lele juga menyatakan jika pada akhirnya usulan pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah diterima, maka penerimaan tersebut harus diperlakukan secara hati-hati dan diletakkan dalam konteks khusus yang membutuhkan penanganan khusus pula. Kekhususan tersebut, , harus diikuti dengan pengawalan yang lebih ketat pada level manajerial hingga operasional.
Sementara itu, Guru Besar FISIPOL UGM, Prof. Purwo Santoso, menegaskan bahwa usulan pembentukan provinsi Papua Tengah tidak boleh hanya dimaknai sekadar menghadirkan institusi baru, apalagi hanya untuk mengakomodasi kepentingan sesaat. Menurutnya, pembentukan DOB harus disertai dengan nalar baru baru penataan untuk kondisi pelik dan khusus seperti Papua dan itu harus dipastikan dalam kebijakan nasional serta instrumen turunan yang mengikutinya.
“Keberhasilan pemekaran menjawab berbagai permasalahan Papua dalam konteks OTSUS justru terletak pada kelihaian instrumentasi dan reinstrumentasi yang dapat menjembatani aspirasi lokal dan kepentingan strategis nasional. Singkatnya, pemekaran hanyalah sarana yang harus diberi substansi lebih untuk dapat menjadi solusi bagi kompleksitas persoalan Papua”, jelasnya.
Bupati Nabire, Isaias Douw, S.Sos., MAP, selaku Ketua Tim Pengusul Pemekaran Papua Tengah merespons hasil kajian UGM dengan optimis. Dia menyampaikan Papua Tengah memiliki keinginan kuat untuk maju seperti daerah lain di Indonesia
“Kami tidak mau Papua Tengah gagal untuk kedua kalinya. Kami mempunyai potensi ekonomi yang kuat dan akan terus berjuang,” ucap Isaias Douw.
Sementara Bupati Puncak, Willem Wandik S.E., M.Si, sebagai koordinator kajian Tim Pengusul mengatakan pembentukan Provinsi Papua Tengah perlu disegerakan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Wandik juga menegaskan para bupati di wilayah Papua Tengah akan menindaklanjuti hasil kajian kepada pemerintah pusat dan pihak-pihak terkait.
Terkait lokasi ibu kota, tim Gugus Tugas Papua UGM telah melakukan kajian terhadap 11 kabupaten calon wilayah Provinsi Papua Tengah. Kajian dilakukan dengan telaah di beberapa aspek, yaitu ketersediaan sarana-prasarana, interaksi antar daerah, kebijakan politik lokal, topografi, air baku, risiko bencana, keuangan, serta sosial ekonomi budaya.
Dari kajian yang dilakukan ada dua wilayah yang dinilai berpotensi menjadi calon ibu kota, yaitu Kabupaten Mimika dan Kabupaten Nabire. Mimika unggul di tiga kriteria, yaitu sebagai katalisator wilayah, etalase budaya/aspirasi wilayah, dan geopolitik. Sementara Nabire unggul di dua kriteria ibu kota sebagai masa depan wilayah dan pusat wilayah. (Humas UGM/Ika)