Ikan wader pari merupakan salah satu jenis ikan air tawar asli Indonesia yang cukup populer bagi masyarakat tanah air. Ikan yang memiliki nama latin Rasbora lateristriata ini banyak dikonsumsi sebagai lauk maupun camilan.
Tingginya permintaan pasar terhadap ikan wader ini menjadikannya banyak dieksploitasi secara masif di alam. Sementara eksploitasi terus menerus belum diimbangi upaya konservasi yang tepat sehingga mengancam keberadaan ikan wader yang kini sudah jarang ditemukan.
“Populasi ikan wader pari di alam semakin jarang, ditambah reproduksinya hanya berlangsung 1 kali dalam semusim,”jelas Dosen Fakultas Biologi UGM Dr. Bambang Retnoaji kepada wartawan, Selasa (4/2) di Laboratorium Struktur dan Pengembangan Hewan Fakultas Biologi UGM.
Kondisi tersebut mendorongnya mencari solusi menjaga kelestarian ikan wader sekaligus dapat dimanfaatkan potensi ekonominya. Bambang Retnoaji melakukan inisiasi pengembangan dan implementasi strategi budi daya ikan wader pari dengan memasukkan sentuhan teknologi di dalamnya.
“Dengan teknologi budi daya ini reproduksi ikan bisa berlangsung 2 minggu sekali,” ungkapnya.
Bambang menjelaskan pengembangan strategi budi daya ikan wader pari dilakukan sejak tahun 2014 silam bersama dengan para peneliti UGM yang tergabung dalam Aquatic Research Group. Pemijahan, pembibitan dan pembiakan dilakukan di laboratorium dan selanjutnya budi daya skala massal dilakukan di kolam luar ruangan. Budi daya massal dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan petani ikan lokal atau gabungan kelompok petani di Kulon Progo, Sleman, dan Gunungkidul.
“Melalui kemitraan ini bisa dilakukan pemijahan, pembesaran dan penyediaan larva, pembesaran dan penyediaan benih siap tebar. Pemeliharan dan penyediaan ikan siap panen usia 2-3 bulan dan penyediaan indukan usia 6-8 bulan,”paparnya.
Selain itu, kerja sama pengembangan budi daya ikan wader pari secara insentif juga dilakukan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan DIY. Budi daya dilaksanakan selama periode 2020-2025.
Bambang mengatakan alat yang dikembangkan, khususnya pemijahan, dirancang dapat digunakan di dalam maupun luar ruangan dengan kondisi yang bisa diatur. Dengan begitu, pemijahan bisa dilakukan tanpa bergantung musim dan dapat digunakan setiap waktu.
Alat pemijah ikan wader pari terdiri dari rak pemijahan, akuarium utama, akuarium pemijahan, akuarium filter, dan sistem sirkulasi debit air yang dicirikan dengan akuarium pemijahan dengan ijuk sebagai media ikan bertelur. Pemijahan dilakukan pada ruangan tertutup dengan kisaran suhu ruang 25-30 derajat celsius, periode cahaya dengan siklus 14 terang:10 gelap serta kualitas oksigen terlarut pada kisaran 6-8. Berikutnya, pH 6,5-8 dan sirkulasi air dilakukan secara terus-menerus.
“Pemijahan dilakukan mulai jam 16.00 sampai dengan jam 07.00 keesokan harinya pada saat telur dipanen,” terang Bambang.
Teknologi yang dikembangkan Bambang sudah didaftarkan paten. Kedepan ditargetkan bisa segera diproduksi massal sehingga bisa mendukung usaha budi daya ikan wader di Indonesia.
“Untuk produksi alat, 1 unitnya sekitar Rp6 jutaan. Semoga dengan kehadiran teknologi ini bisa mendukung upaya konservasi dan budi daya ikan wader pari di tanah air,” katanya. (Humas UGM/Ika; foto:Vino)