Keberadaan transportasi publik di kota besar sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan layanan moda transportasi bagi mobilitas warga kota setiap hari. Begitu pula dengan keberadaan Bus Trans Jogja yang beroperasi di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Saat ini terdapat 128 bus Trans Jogja yang melayani hingga 15 ribu orang penumpang setiap harinya. Namun, demikian layanan transportasi publik ini dinilai masih kurang dari sisi fasilitas sarana dan prasarana. Bahkan, dari jumlah armadanya dinilai belum memenuhi seluruh kebutuhan pengguna Trans Jogja. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dari pemerintah daerah untuk mendukung peningkatan jumlah pengguna moda transportasi ini. Hal itu mengemuka dalam Seminar bulanan yang bertajuk Ojek Online, Ancaman, Pelengkap atau Nothing bagi Bus Trans Jogja? yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM di ruang seminar Pustral UGM, Jumat (21/2).
Tim Ahli Pustral, Dr. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T., mengatakan setiap kota besar di seluruh dunia memiliki transportasi publik sebagai standar bagi kota yang dianggap layak huni. Namun begitu, salah satu tantangan bagi pemerintah DIY adalah mendorong warganya berpindah menggunakan transportasi publik dari sebelumnya hanya menggunakan kendaraan pribadi.
Menurutnya, tantangan tersebut tidak mudah jika layanan Trans Jogja belum dioptimalkan disamping mengoptimalkan rute layanan yang menjangkau seluruh lapisan warga masyarakat dan wisatawan. “Dari sisi layanan sudah cukup baik, tapi bagaimana caranya mengusahakan orang mau naik bis kota? Di Singapura misalnya jika naik transportasi publik pengeluaran mereka per bulan hanya 7 persen untuk transportasi, jika tidak makan biayanya akan lebih besar, sebab dari biaya parkir dan sebagainya,” katanya.
Sementara keberadaan aplikasi ojek online menurutnya tidak berdampak langsung pada moda transportasi publik Trans Jogja. Sebab, pengguna ojek online di DIY lebih didominasi oleh pengguna baru dibandingkan dengan pengguna bus Trans Jogja. “Jika mereka (pengguna Trans Jogja) tidak dapat mengakses bus Trans Jogja kemungkinan kembali ke sepeda motor atau minta diantar,” katanya.
Untuk meningkatkan jumlah pengguna Trans Jogja ia menyarankan untuk dilakukan peningkatan kualitas layanan misalnya memberikan promo voucher hingga tiket gratis. “Selian itu, memperluas jangkauan dan perbaikan rute serta sosialisasi kampanye naik bus Trans Jogja,” ujarnya.
Kepala Seksi Angkutan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, Dani Istiarto, menuturkan pengelolaan Trans Jogja dipegang oleh pemerintah provinsi. Namun begitu, salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemkot untuk mendorong pengguna layanan Trans Jogja adalah menerapkan kebijakan car free day di daerah kawasan Malioboro yang dilakukan setiap hari Selasa Wage. “Di hari itu hanya bus Trans Jogja, andong dan becak yang boleh melewati jalan Malioboro,” katanya.
Ia menambahkan rencananya pemkot juga akan menerapkan hal yang sama di kawasan tertentu untuk kegiatan car free day. Selain itu, pihaknya juga akan menerapkan pajak parkir progresif dan ada kenaikan tarif parkir cukup tinggi di kawasan Malioboro untuk mendorong warga masyarakat naik Trans Jogja.
Ia sempat menyinggung persoalan Trans Jogja yang selama ini masih kurang dalam perbaikan sarana dan prasarana karena alokasi pendanaan masih sangat minim. “Subsidi Rp7,2 miliar per bulan saya kira masih sangat kurang untuk penambahan sarana dan prasarana. Belum lagi pengadaan bus butuh biaya besar. Sekarang hanya 128 bus, perhitungan kita, DIY perlu minimal 500 bus dengan jalur trayek yang dioptimalkan,” katanya.
Penulis: Gusti Grehenson