Ketahanan suatu negara terhadap ancaman penyakit menular bergantung pada kemampuannya dalam mencegah serta mengendalikan penyakit. Untuk itu, sistem kesehatan nasional perlu terus diperkuat untuk menghadapi ancaman-ancaman baru yang mungkin belum pernah dihadapi sebelumnya.
“Sama seperti tentara, meskipun tidak pernah berperang tapi persenjataannya harus diperbarui terus dengan yang lebih baik,” ucap Direktur Field Epidemiology Training Program (FETP) Indonesia, dr. I Nyoman Kandun, MPH, dalam Outbreak Talkshow Series yang berlangsung Jumat (28/2) di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM.
Kecepatan dan ketepatan menurutnya menjadi krusial dalam upaya pengendalian penyakit karena ketika sebuah penyakit sudah menyebar hal tersebut akan mendatangkan dampak yang besar dan mahal. Di samping memperlengkapi fasilitas kesehatan dengan teknologi baru, perlu juga dilakukan pemantauan serta evaluasi terhadap sistem yang sudah dibangun.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM, dr. Riris Andono Ahmad, MPH, Ph.D, mengungkapkan bahwa salah satu tantangan dalam upaya pengendalian penyakit menular adalah peredaran informasi melalui media massa ataupun media sosial yang justru menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat, dan pada akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan institusi kesehatan.
“Yang lebih cepat menyebar daripada epidemi penyakit adalah epidemi kepanikan yang sekarang difasilitasi oleh media sosial, di saat orang jadi kehilangan kepercayaan pada para ahli dan lebih senang untuk mengikuti apa yang ada di media sosial,” terangnya.
Ia memaparkan kasus kepanikan yang terjadi di Afrika akibat penyakit ebola sehingga masyarakat yang sudah tidak percaya terhadap pemerintah kemudian menyerbu fasilitas isolasi atau karantina dan membawa kerabat mereka yang menjadi pasien. Padahal, tindakan ini justru semakin memperluas penyebaran penyakit.
Karena itu, masyarakat menurutnya perlu lebih bijak dalam menerima dan meneruskan informasi yang mereka dapatkan. Media massa juga perlu berperan dalam mencegah kepanikan dengan meletakkan fokus pemberitaan pada upaya-upaya pencegahan yang dapat diambil oleh masyarakat, dan bukan pada fatalitas atau justru menggali kelemahan dari sistem kesehatan.
“Cari sumber yang resmi dan terpercaya, itu akan jauh lebih bisa dipertanggungjawabkan. Jangan ikut menyebarkan rumor, itu menjadi kunci bagaimana kita bisa ikut membantu,” ungkapnya.
Pemerintah, di sisi lain, perlu juga memikirkan strategi komunikasi risiko yang baik dengan mempertimbangkan kapan dan kepada siapa mereka harus memberikan informasi ketika terjadi wabah penyakit tertentu.
Hal serupa juga diungkapkan oleh dr. Citra Indriani, MPH, epidemiologi di World Mosquito Program Yogyakarta. Dengan perkembangan teknologi komunikasi yang demikian maju, pemerintah tidak bisa menutup-nutupi informasi. Sebaliknya, pemerintah perlu berusaha untuk membangun kepercayaan publik agar upaya pengendalian penyakit bisa dijalankan secara maksimal.
Penulis: Gloria