Kewenangan masing-masing otoritas sektor jasa keuangan di Indonesia diatur dalam undang-undang dan dibagi berdasarkan pengelompokan bidang tugas, cakupan tugas dan jenis kewenangan. Pengaturan kewenangan ini berdasarkan pengelompokan bidang tugas, seperti moneter, sistem pembayaran, jasa perbankan atau keuangan lainnya.
Sementara itu, kewenangan berdasarkan cakupan tugas antara lain makro, mikro dan resolusi. Sementara dari sisi pengaturan jenis kewenangan mencakup kewenangan penetapan kebijakan, pengaturan, perizinan dan pengawasan.
“Untuk pembagian bidang dan cakupan tugas ini terdapat perbedaan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing otoritas. Meski begitu dari sisi jenis kewenangan masing-masing otoritas memiliki jenis kewenangan yang hampir sama terhadap industri di sektor jasa keuangan,” ujar Yayuk Puspasari, S.H., LL.M di Fakultas Hukum UGM, Jumat (6/2).
Menempuh ujian doktor dengan disertasi Penataan Kembali Kewenangan Otoritas di Sektor Jasa Keuangan di Indonesia, Yayuk mengungkapkan kendala relasi yang muncul dari bentuk pengaturan kewenangan di sektor jasa keuangan di Indonesia antara lain adanya persinggungan atau irisan kewenangan yang berpotensi menimbulkan permasalahan, seperti multi interpretasi terhadap aturan kewenangan yang diperoleh dari undang-undang, aturan teknis yang tidak harmonis atau bertentangan, termasuk duplikasi pengaturan yang diterbitkan oleh masing-masing otoritas.
“Permasalahan ini menimbulkan inefisiensi sebagai akibat tumpang tindih kewajiban yang harus dipenuhi oleh industri sebagaimana yang dipersyaratkan dalam aturan dari masing-masing otoritas. Selain itu, belum terdapat bentuk maupun aturan relasi kelembagaan yang jelas sehingga permasalahan yang timbul dibahas melalui mekanisme koordinasi,” ucapnya.
Untuk mengatasi kendala tersebut, menurut Yayuk, maka harus ada unsur kejelasan aturan relasi kelembagaan dan kewenangan, kepastian hukum, serta keharmonisan antar lembaga. Selain itu, harus mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya berdasar praktik di negara lain maka pembentukan lembaga baru bukan merupakan duplikasi melainkan lebih kepada penguatan fungsi yang sifatnya saling mendukung.
Sedangkan berdasar pertimbangan teori negara hukum maka teori kewenangan serta teori lembaga negara dan penataan lembaga negara terdapat beberapa aspek yang menjadi rujukan untuk mewujudkan kondisi ideal kewenangan dan relasi lembaga negara di negara hukum. Ia mencontohkan adanya konstitusi atau undang-undang yang menjadi dasar dan acuan kewenangan adanya pembagian kekuasaan dan fungsi yang jelas, kejelasan ruang lingkup, arah dan batasan kewenangan, integritas dan kapabilitas dari pelaksana kewenangan serta adanya kepatian hukum bagi masyarakat.
“Juga perlu dipastikan terdapat unsur kejelasan bentuk lembaga negara dan pengaturan hubungan antar lembaga negara termasuk dengan masyarakat. Merujuk pada kriteria ideal, praktik di negara lain dan teori-teori terkait maka otoritas di sektor jasa keuangan di Indonesia memerlukan pengaturan kembali relasi kelembagaan,” tutur Yayuk didampingi promotor Prof. Dr. Paripurna P. Sugarda, S.H., M.Hum., LL.M dan ko-promotor Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M.
Penulis : Agung Nugroho