Wacana mengenai mudik lebaran kembali bergulir tahun ini. Bulan Ramadhan yang sudah dekat, begitu pula dengan Lebaran Idul Fitri setelahnya. Namun, wacana tersebut kali ini dikaitkan dengan pandemi Covid-19 yang masih merebak. Pemerintah menyatakan tidak melarang mudik, tetapi mengimbau agar masyarakat lebih baik tidak mudik.
Secara umum, sebenarnya pemerintah sudah mengingatkan masyarakat untuk menjaga jarak fisik (physical distancing) dua meter dan menerapkan isolasi diri selama 14 hari bagi pemudik. Namun, mengingat mayoritas pemudik yang menggunakan angkutan umum, peringatan tersebut akan sulit dilakukan.
Atas permasalahan tersebut, Prof. Dr.-Ing. Ir. Ahmad Munawar, M.Sc., Guru Besar Teknik Sipil UGM, mengharapkan agar pemerintah alangkah baiknya mempertegas pelarangan mudik. Hal itu karena berdasarkan analisisnya penyebaran Covid-19 tidak bisa dihindari selama prosesi mudik ini.
“Meski masyarakat menggunakan kendaraan pribadi juga penyebaran akan terjadi di rest area,” ujarnya, Senin (6/4).
Sementara mengenai penerapan isolasi selama 14 hari di kampung halaman pemudik, Munawar menyebut hal itu tidak akan berjalan lancer karena jumlah pemudik yang mencapai jutaan orang.
“Isolasi ini mengharapkan pemerintah daerah sasaran mudik untuk mempersiapkan ratusan bahkan ribuan peralatan serta fasilitas. Hal ini malah akan memberatkan pemerintah daerah. Jika tidak siap malah akan menyebabkan pandemi ini menyebar di daerah mereka,” terangnya.
Oleh karena itu, Munawar menyatakan jika memungkinkan pemerintah harus tegas melarang mudik dengan membatasi, bahkan kalau mungkin menyetop angkutan umum bus antar kota, kereta api jarak jauh dan pesawat. Selain itu, penutupan jalan arteri dan jalan tol yang menghubungkan antar provinsi juga bisa menjadi solusi pencegahan.
Ketika ditanya tentang kerugian masyarakat yang bekerja di sektor transportasi, utamanya jika mudik dilarang, Munawar menyatakan bahwa saat inipun sudah terasa dampaknya. Kendati demikian, ia menyatakan bahwa saat ini sedang ada negosiasi dengan pemerintah tentang kompensasi kepada mereka.
“Saya harap pemerintah segera memberikan bantuan sosial atau BLT kepada mereka yang berdampak, tidak hanya pekerja angkutan umum, tetapi juga pekerja harian dan mereka yang memerlukannya. Hentikan untuk sementara proyek-proyek besar infrastruktur, gantikan dengan bantuan sosial. Berikan keringanan cicilan bank, kalau mungkin penundaan cicilan kepada mereka yang memerlukan,” ungkap Anggota Dewan Penasehat Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi ini.
.
Lebih lanjut, aspek ekonomi yang menjadi pertimbangan pemerintah tidak melarang mudik, menurut Munawar, memang tidak bisa dihindari. Ia menyatakan dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini perekonomian jelas akan terpuruk. Namun, mana yang lebih penting,ekonomi atau nyawa rakyat ?
“Presiden Ghana, Nana Akufo-Addo, ketika menerapkan lockdown di negaranya, menyampaikan sebuah pidato. Ia menyatakan ‘We know how to bring economy back to live, but we do not know is how to bring people back to life.’ Ekonomi bisa diperbaiki kembali, tetapi rakyat yang meninggal tidak bisa dihidupkan kembali,” tegasnya.
Terakhir, Munawar berpesan kepada masyarakat Indonesia, terutama yang ingin bermudik, bahwa kesehatan keluarga, terutama orang tua, jauh lebih penting dari bertemu langsung dengan mereka. “Sudah ada contoh di RS Adam Malik, Medan, anak muda yang mudik, kelihatannya sehat, ternyata carrier pembawa virus. Akhirnya, berdampak pada orang tua yang dikunjungi. Rindu untuk sementara dapat diobati via video call. Ini juga yang saya lakukan ke kedua anak saya yang ada di Surabaya dan Australia,” pungkasnya.
Penulis: Hakam
Foto: Tempo