![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/0704201586264552490141783.jpg)
Pakar komunikasi publik, Prof. Dr. Hermin Indah Wahyuni, berpendapat ada pekerjaan rumah yang harus dibuat pemerintah di masa krisis Covid-19 yaitu membuat informasi yang lebih terkoordinasi. Sebab, di masa pandemi Covid-19 ini tidak banyak pilihan selain pesan yang terintegrasi dan fungsi-fungsi yang ada di dalamnya dapat dikembangkan secara optimal.
“Saya ingin memberi masukan kepada pemerintah untuk memberi warna soal cara komunikasi yang dilakukan agar terintegrasi, sebab saat ini sudah mengarah pada krisis komunikasi, emergency risiko, dan saya kira warna ke arah sana itu harus dikuatkan dalam masa krisis,” ujarnya saat menjadi narasumber serial diskusi Fisipol UGM bertema Komunikasi Publik Masa Krisis Covid-19, Selasa (7/4).
Dalam situasi krisis saat ini, menurutnya, sudah saatnya dilakukan gerakan mengurangi desentralisasi informasi, meskipun desentralisasi informasi sesungguhnya memberi informasi yang beragam. Dalam kondisi krisis Covid-19 saat ini, katanya, akan sangat berbahaya jika terlalu banyak desentralisasi informasi.
“Misalnya center untuk Covid-19 ini bisa lebih telaten menemani publik sehingga juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto bersama tim setiap jam selalu terlihat,”katanya.
Hermin menilai struktur komunikasi saat krisis sekarang ini sangat lemah. Meski begitu, Indonesia memang harus berbicara dalam konteks setiap negara tidak harus sama.
“Untuk lock-down pertimbangannya kan ada dua, kesehatan dan ekonomi, ini yang menyebabkan struktur komunikasi kurang optimal. Dalam situasi-situasi seperti sekarang ini maka kita sebaiknya mengurangi desentralisasi informasi agar tidak terjadi banyak fragmented,” jelasnya.
Dr. Kuskridho Ambardi menyatakan secara struktur sebenarnya sudah ada, hanya saja dituntut pemaksimalan fungsi sebagaimana seperti yang terjadi di Singapura, Korea Selatan, ketika kasus-kasus Covid-19 bisa dipelajari. Contoh lain, di Taiwan, di negara tersebut yang menjadi komandan dalam mengatasi krisis adalah Kementerian Kesehatan.
“Sementara terkait prediksi saja di kita malah dilakukan oleh BIN. Kok bisa ya, ini soal prediksi masa depan yang melakukan malah BIN. Ini menunjukan strukturnya masih sedikit tumpang tindih sehinga perlu diperbaiki,” katanya.
Menurutnya, dalam pemberian informasi untuk publik ada narasi pokok dan ada narasi spesifik. Narasi pokok untuk seluruh masyarakat dan narasi spesifik untuk komunitas-komunitas tertentu.
Pemerintah memang telah membentuk Gugus Tugas Covid-19 yang berada di bawah BNPB. Di gugus tersebut sudah dirasakan adanya urgensi komunikasi untuk berubah karena belum maksimal.
“Sehingga komunikasi urgensi yang harus dilakukan ternyata terbata-bata fungsinya. Mestinya disana satu komando, di bawah Gugus Tugas atau malah sebaliknya Gugus Tugas di bawah Kemenkes. Itu yang perlu dilakukan, sebab selama ini tidak maksimal karena data dari Kemenkes tetapi yang mengumumkan BNPB yang didedikasikan untuk Covid-19,” imbuhnya.
Penulis: Agung Nugroho
Foto: Suara