Rangga Kala Mahaswa, Mahasiswa S2 Ilmu Filsafat, terlihat rapi dengan kemeja putih berdasi serta jas hitam. Kendati begitu, dirinya tidak akan pergi menghadiri wawancara kerja ataupun kuliah, melainkan hanya berada di kamar kontrakannya di Condong Catur. Ia duduk di depan laptopnya sembari membaca-baca kembali materi yang akan dipresentasikan untuk Seminar Proposal Tesisnya.
Seminarnya akan dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Webex pada Rabu (8/4) siang. Tepat pukul 10.00 WIB, seminar tersebut akhirnya berlangsung. Dari layar laptopnya tampak wajah dari tiga dosen pengujinya yang berada di tempatnya masing-masing.
Setelah 40 menit berlangsung, seminar tersebut usai. Rangga menyatakan bahwa seminarnya berjalan lancar. Ia menyampaikan presentasinya tanpa hambatan, begitu pula mampu menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
Ketika diwawancari setelahnya, Rangga menceritakan pengalaman pertamanya seminar via daring tadi. Ia menjelaskan bahwa seminar tersebut digelar secara daring karena memenuhi instruksi dari Rektor UGM yang membatasi aktivitas di kampus sehubungan dengan pandemi covid-19. Dengan demikian, semua aktivitas akademik di UGM kini dilakukan secara daring, termasuk seminar proposal maupun sidangnya.
Lebih lanjut, mengenai pemilihan Webex sebagai media, Rangga menuturkan bahwa aplikasi tersebut memang sudah diarahkan oleh Fakultas Filsafat UGM. Ia menyebut tim IT dari fakultasnya tersebutlah yang telah menyiapkan seminarnya tadi melalui Webex, jadi dirinya tinggal menyiapkan berbagai peralatan pendukung, seperti laptop yang disertai webcam, headset, dan koneksi internet.
Rangga menyoroti peralatan yang paling vital dari peralatan pendukung tersebut adalah internet. Menurutnya, faktor penentu kelancaran seminarnya tadi tidak lain karena koneksi internetnya yang cepat.
Kesimpulan itu bisa didapat Rangga karena pengalamannya sebagai asisten dosen selama ini. Ia menjadi asisten dari Drs. Imam Wahyudi, M.Hum., yang mengampu kuliah Epistemologi dan Filsafat Teknologi. Selama pandemi covid-19, ia telah empat kali membantu perkuliahan daring melalui Webex.
“Banyak mahasiswa yang akhirnya tidak bisa mengikuti perkuliahan secara optimal karena masalah koneksi internet. Mereka mengeluh koneksi yang jelek. Hal itu sebenarnya wajar saja karena jangkauan internet di Indonesia beragam, tergantung operator yang mereka pakai,” terangnya.
Kemudian, ketika diminta memilih metode pembelajaran mana, Rangga menyebut tatap muka lebih berkualitas daripada daring. “Pembelajaran daring mengurangi interaksi dan gerak peserta maupun pengisinya. Agak capai juga karena harus pake headset dan duduk terus sehingga kurang nyaman. Selain itu, ketika tatap muka tidak perlu menyiapkan peralatan juga, semua sudah disiapkan dari kampus. Kita juga tidak perlu was-was koneksi terputus,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Rangga ingin Ujian Tesisnya nanti dapat dilaksanakan secara tatap muka. “Tidak hanya karena ingin ujian itu berjalan lebih interaktif, tetapi saya juga ingin harap wabah ini segera mereda. Tentu saya mendukung physical distancing dan work from home, tapi semakin lama tidak baik bagi kesehatan mental,” pintanya.
Sementara itu, terkait pelaksanaannya secara daring, Dr. Sonjoruri Budiani Trisakti, M.A., salah seorang penguji Seminar Proposal Tesis Rangga, menyatakan para dosen sebenarnya mengalami kesulitan dalam melaksanakannya. Menurutnya, hal itu karena banyak dari dosen usianya sudah tua dan mengalami kesulitan beradaptasi dengan teknologi.
Selain itu, wanita paruh baya yang akrab disapa Ruri ini menyebut para dosen juga mengeluhkan koneksi internet sama seperti mahasiswa. Akan tetapi, ia menyebut pihak dosen mau tak mau harus beradaptasi untuk kebaikan mahasiswanya.
“Work from home tidak bisa menjadi alasan kita untuk bermalas-malasan. Memang suasananya tidak seformal ketika tatap muka, tapi bukan berarti tidak serius. Termasuk menjadi penguji seminar tadipun harus kami lakukan. Jika ditunda, kasihan mahasiswa yang masa studinya juga harus tertunda,” pungkas dosen pembimbing tesis Rangga ini.
Penulis: Hakam