Hingga kini, pelanggaran hak cipta di Indonesia masih memprihatinkan. Pelanggaran tersebut, secara ekonomi menguntungkan segelintir orang dan merugikan kalangan pencipta dan pemegang hak terkait. Undang-undang Hak Cipta (UUHC), yaitu UU No 19 Tahun 2002 dinilai tidak jelas dan tuntas dalam mengatur hak ekonomi pencipta dan pemegang hak terkait.
Demikian pernyataan Otto Hasibuan SH MM saat melaksanakan ujian doktor di sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu, (16/9). Bertindak selaku promotor Prof Emmy Pangaribuan SH dan ko-promotor Prof Dr RM Sudikno Mertokusumo SH serta Prof Dr Nindyo Pramono SH.
Di bidang cipta lagu atau musik, kata dia, UUHC tidak dapat menjawab permasalahan tentang penggunaan lagu atau musik oleh masyarakat. “Didalamnya tidak jelas bagaimana dengan izin penggunaan lagu, kepada siapa harus dimintakan izin, makanisme pemberian izin dan pembayaran/penerimaan royalti atas penggunaan lagu atau musikâ€, ujar Otto Hasibuan.
Bahkan UUHC sama sekali tidak mengatur lembaga collecting society. Sebuah lembaga yang sangat dibutuhkan bagi para pencipta, karena memberi manfaat secara ekonomi sekaligus diakui oleh undang-undang.
“Karenanya kehadiran Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dan Yayasan Karya Cipta Lagu Batak (YKCLB) yang bertindak seolah-olah sebagai lembaga collecting society masih menuai kontroversiâ€, tambah Direktur Clementia, Konsultan dan bantuan Hukum Yogyakarta 1979-1980.
Kata Otto Hasibuan, untuk lebih meningkatkan perlindungan hak cipta, selain melakukan pembaharuan hukum dan pembenahan penegakan hukum, pemerintah perlu melakukan pendekatan budaya. Antara lain memasukan materi-materi pengetahuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam kurikulum pendidikan, misalnya kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) untuk peserta didik SMP dan SMA dan membuat iklan-iklan yang persuasive melalui media massa tentang perlunya menghargai hak cipta seseorang.
“Pemerintah perlu segera meratifikasi Konvensi Roma tentang Hak-hak Terkait dan Konvensi Genewa tentang Phonogram guna lebih mendorong perbaikan UUHCâ€, tandas pria kelahiran Pematang Siantar, 5 Mei 1955.
Setelah mempertahankan desertasinya berjudul “Perlindungan Hak Ekonomi Pencipta Lagu dan Pemegang Hak terkait di Indonesiaâ€, Otto Hasibuan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude, sekaligus menyabet gelar doktor Bidang Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada. (Humas UGM)