Masker kain menjadi pilihan sebagian masyarakat di tengah kelangkaan masker bedah dalam upaya melindungi diri dari virus corona jenis baru Covid-19. Dokter sekaligus Kepala Departemen Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Dr. dr. Bambang Udji Djoko Rianto, Sp.THT (K)., M.Kes., mengatakan penggunaan masker kain kurang efektif dalam mencegah penularan Covid-19 dan hanya bisa dipakai sebagai alternatif terakhir.
“Masker kain tidak dapat memproteksi masuknya partikel. Penetrasi masuk partikel kalau pakai masker kain ini 97 persen bisa tembus masker, perlindungannya hanya 3 persen saja,”jelasnya saat dihubungi Selasa (14/4).
Dia menyebutkan mekanisme penularan virus antara lain melalui percikan air ludah (droplet) dan airbone (partikel kecil yang terbawa udara). Masker kain tidak memiliki perlindungan layaknya masker bedah yang terdiri dari 3 lapis. Tiga lapisan pada masker bedah yakni lapisan luar anti air untuk melindungi droplet, lapisan tengah sebagai filter kuman, dan lapisan dalam untuk menyerap cairan yang keluar dari mulut pemakai. Tingkat perlindungan masker bedah ini sekitar 56 persen bagi partikel droplet berukuran nanometer.
“Ketiganya tidak didapat dari masker kain biasa dan ini bahaya. Sebab, begitu virus nempel bisa menembus di sela pori-pori kain,” tutur dokter THT RSUP Dr. Sardjito ini.
Sedangkan masker N95 memang memiliki tingkat efektivitas pencegahan penularan terbaik karena memiliki kerapatan yang lebih padat dibanding masker bedah dan masker kain. Masker jenis ini mempunyai proteksi yang baik untuk droplet maupun aerosol. Masker ini banyak digunakan tenaga kesehatan yang melakukan kontak langsung dengan pasien.
“Efektivitas pencegahan masker N95 ini paling baik, tetapi tidak disarankan untuk penggunaan sehari-hari bagi orang sehat karena bisa menyebabkan kesulitan nafas,” terangnya.
Bambang menyampaikan terdapat penelitian yang dilakukan dengan membandingkan efektivitas pengunaan masker bedah dengan masker kain. Penelitian tersebut telah diterbitkan pada jurnal BMJ Open (2015) berjudul A Cluster Randomise Trial of Cloth Masks Compared with Medical Masks in Healthcare Workers. Dalam penelitian yang dilakukan di Hanoi, Vietnam pada 1.607 rumah sakit diketahui bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara penggunaan masker bedah dan masker kain dalam mencegah infeksi saluran pernafasan maupun infeksi virus.
”Hasilnya sangat luar biasa, ternyata orang yang pakai masker kain kemungkinan menderita infeksi saluran nafas dan infeksi virus 13 kali lebih besar dibandingkan dengan yang memakai masker bedah. Ini kan bahaya sekali,”urainya
Virus corona jenis baru memiliki ukaran kecil dalam ukuran 0,125 mikrometer atau 125 nanometer. Sementara itu, pada kain tidak memiliki kerapatan yang cukup dalam menyaring partikel yang sangat kecil. Kendati begitu masker kain ini bisa menjadi pilhan terakhir jika ketersediaan masker bedah sangat sulit didapatkan.
Misalnya, ingin menggunakan masker kain untuk proteksi diri, Bambang menyarankan masyarakat untuk melapisi masker kain 2 lapis dengan tisu di tengahnya. Hal tersebut dilakukan agar bisa meningkatkan perlindungan terhadap kemungkinan masuknya partikel ke dalam masker.
“Memang sampai sekarang belum ada riset yang meneliti efektivitas penggunaan masker kain 3 lapis ini. Namun, logikanya kan lebih rapat jadi bisa lebih memproteksi dari infeksi virus,”paparnya.
Bambang kembali menegaskan bahwa masker kain dapat dipakai sebagai alternatif terakhir untuk melindungi diri dari ancaman penularan Covid-19. Namun, faktor-faktor lain juga harus dipatuhi agar bisa mencegah penularan seperti physical distancing, menghindari kerumunan, rajin cuci tangan dengan sabun, dan menjaga kebersihan.
“Patuhi physical distancing untuk membantu memutus penularan Covid-19,”tutupnya.
Penulis: Ika