Direktur Utama Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, dr. Arief Budiyanto, Ph.D., Sp.KK(K)., meluncurkan GAMA Swab Sampling Chamber. GAMA Swab Sampling Chamber merupakan suatu bilik sampling Covid-19 untuk mengambil uji swab bagi mereka yang terduga terpapar virus corona.
Arief Budiyanto bersyukur bisa memiliki dan meluncurkan bilik swab. Dengan adanya bilik swab ini diharapkan mampu mengurangi kebutuhan yang terus meningkat akibat tuntutan terhadap diagnosis Covid-19.
“Diakui oleh pemerintah kapasitas diagnosis Covid-19 ini masih terus kurang. Sebagai gambaran di Jogja satu bulan lalu hanya satu tempat pemeriksaan PCR, Polymerase Chain Reaction atau tes swab yang sesuai standar terkait Covid-19,” ujarnya di RSA UGM, Senin (27/4).
Dengan konsep layanan drive thru dan mobile, GAMA Swab Sampling Chamber ini diharapkan mampu mengefisiensi waktu dan tempat, serta meminimalkan zona merah rumah sakit atas persebaran Covid-19. Pasien yang dilakukan swab sampling merupakan pasien yang sebelumnya telah menjalani pemeriksaan dengan dokter dan diklasifikasikan ODP (Orang Dalam Perawatan) /PDP (Pasien Dalam Perawatan) dan Orang Tanpa Gejala (OTG).
“Jika dulu banyak yang tidak terfasilitasi karena keterbatasan alat dan harus mengantri, sekarang dengan alat ini kapasitas pemeriksaan swab bisa kita tingkatkan, terutama untuk PDP, ODP rawat jalan dan OTG. Meski lebih banyak orang yang bisa di swab, namun kita berharap mudah-mudahan banyak yang negatif,” imbuhnya.
Arief menyebut banyak rumah sakit yang melayani Covid-19 saat ini menghadapi problem yang sama yaitu kekurangan APD (Alat Pelindung Diri). Seperti RSA dengan Tim Pandawanya yang menggalang dana untuk Covid-19, termasuk donasi APD.
Sayang, stok tersebut terus saja kurang, sementara banyak pihak belum tahu kapan wabah pandemi Covid-19 ini akan berakhir. Dengan bilik swab ini diharapkan akan menghemat penggunaan APD, terutama saat digunakan untuk sampling.
“Sebelum ada bilik swab ini, petugas pengambil sampel swab diharuskan menggunakan APD level tiga, maka kini tidak lagi cukup dengan memakai APD level rendah bukan APD level tiga. Karena itu, kita berterima kasih kepada FMIPA, Sekolah Vokasi dan FKKMK UGM yang telah bekerja sama mengembangkan alat yang inovatif ini, memberikan kenyamanan dan keamanan tanpa mengurangi keselamatan baik petugas dan pasien yang diswab. Ini merupakan sumbangan UGM dalam upaya penanggulangan Covid-19,” tuturnya.
Ketua Tim Peneliti GAMA Swab Sampling Chamber, Dr. R. Sumiharto, S.Si, M.Kom., menyatakan ide pembuatan alat ini dilatar belakangi kondisi petugas saat akan mengambil sampel swab yang diharuskan menggunakan APD rangkap. Melihat kondisi seperti itu lantas muncul ide bagaimana caranya membuat sistem pemeriksaan swab yang lebih aman dan nyaman.
“Kebetulan saya dari FMIPA, Elektronika Instrumentasi yang terkait seperti ini, kemudian ada Sekolah Vokasi dan tim FKKMK, makanya kita buat bilik dengan desain petugas ada di dalam dan pasien ada dil uar yang aman dan nyaman,” terangnya.
Meski telah resmi diluncurkan dan dipergunakan, Sumiharto berjanji akan terus melakukan perbaikan terhadap alat ini berdasarkan evaluasi. Ia berharap adanya masukan-masukan agar bilik swab ini menjadi alat yang andal.
“Terima kasih kepada tim RSA diberikan kesempatan mengembangkan alat seperti ini. Ini baru memproduksi dua, satu unit untuk RSA UGM dan satu lagi untuk RS Panembahan Senopati,” ucapnya.
Sumiharto mengaku untuk memproduksi satu bilik swab menghabiskan biaya 25 juta rupiah dengan memakan waktu pengerjaan 10 hari. Menurutnya, pembuatan bilik bisa dipersingkat waktunya jika semua bahan-bahan yang diperlukan tersedia.
Dr. dr. Hera Nirwati, M.Kes, Sp.MK menambahkan saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi wabah Covid-19, salah satu yang dibutuhkan adalah diagnosis dan diagnosis yang dianjurkan adalah deteksi corona virus. Deteksi ini dilakukan dengan pengambilan sampel berupa swab yang diambil dari nasofaring dan orofaring.
“Karena corona virus ditularkan melalui droplet maka pengambilan sampel harus dilakukan dengan cara yang sangat berhati-hati agar virus tersebut tidak menular ke mana-mana. Maka idealnya sampel diambil di ruangan bertekanan negatif dan petugas menggunakan alat pelindung diri yang lengkap,” katanya.
Di tengah kelangkaan APD dan keterbatas ruang isolasi bertekanan negatif baik di rumah sakit maupun uji laboratorium pemeriksaan Covid-19 maka diperlukan inovasi agar bisa terus melakukan uji swab tanpa mengurangi risiko kemungkinan terjadi akibat paparan virus. Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman apa yang terjadi di Wuhan China maupun di Korea maka dibuat bilik Gama swab ini.
Bilik Gama Swab didesain petugas pengambil sampel ada di dalam dan pasien ada di luar. Karena petugas ada di dalam maka diusahakan agar petugas terlindungi dengan membuat ruangan bertekanan positif.
“Dengan adanya tekanan positif ini maka jika di luar ada droplet atau kontaminan dari pasien maka petugas sampel akan tetap terlindungi sehingga petugas tidak perlu lagi memakai APD level tiga sehingga sesuai konsepnya alat ini bisa menghemat APD,” terangnya.
Ia menjelaskan bila alat ini menggunakan hepa filter yaitu udara yang masuk melalui hepa filter ini dengan kemampuan menyaring 0,3 micro dengan efisiensi 99 persen. Dengan kondisi tersebut maka petugas sampel akan tetap terlindungi dari udara yang masuk.
Sementara untuk pasien sendiri disiapkan desinfektan dengan drainis sehingga ketika pasien satu dilanjutkan dengan pasien berikutnya maka ada tindakan desinfeksi sehinga mereka akan aman. Bilik dibuat dari material cukup kuat yaitu rangka aluminium tahan karat, dinding acrylic 0,5 cm atau 5 mili sehingga cukup kuat, dan alat ini tahan cuaca sebab bisa diletakkan di dalam maupun di luar ruangan.
“Memang bilik Gama Swab didesain untuk mobile dan ada roda yang mempermudah dipindah-pindah, digunakan sesuai kebutuhan. Di dalam juga diberikan air coller untuk kenyamanan petugas, sedangkan untuk komunikasi dengan pasien di luar maka disediakan audio, komunikasi pun diharapkan lancar ditambah penerangan yang memadai,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto