![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2020/05/04052015885829891046772632-766x510.jpg)
Memasuki bulan puasa, beberapa bahan pokok seperti gula mulai sulit didapatkan di pasaran. Menurut pakar ekonomi pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Masyhuri, kelangkaan ini di antaranya disebabkan permintaan yang tinggi menjelang hari raya Idul Fitri dan panic buying karena pandemi Covid-19.
“Kelangkaan disebabkan karena persediaan hampir habis menjelang musim giling. Permintaan tinggi selama bulan puasa dan menjelang hari raya, panic buying karena Covid-19 dan pedagang spekulan yang menyimpan,” paparnya.
Bulan Mei, terangnya, merupakan awal musim giling sehingga gula diperkirakan akan tersedia di pasar pada bulan Juli mendatang.
“Stok yang masih ada diborong masyarakat karena untuk persediaan bulau puasa dan lebaran karena masyarakat kan konsumsi gulanya tinggi di bulan-bulan itu. Lebih-lebih ditambah pandemi yang tidak tahu kapan berakhir, ini akan menambah jumlah yang harus disimpan,” terang Masyhuri.
Ia mengungkapkan, kelangkaan ini tidak serta merta bisa dilihat sebagai indikasi krisis pangan yang akan melanda Indonesia. Kondisi ini, menurutnya, tidak akan mengarah pada krisis pangan jika pandemi Covid-19 dapat berakhir dalam waktu dekat. Sebaliknya, potensi krisis muncul jika pandemi ini berkepanjangan.
“Bila pandemi ini panjang produksi berkurang karena input yang digunakan berkurang. Produksi input seperti pupuk dan pestisida juga akan berkurang,” ucapnya.
Pandemi Covid-19 menurutnya memang cukup memengaruhi sektor pangan Indonesia dan juga dunia. Negara-negara dunia mengambil sejumlah langkah untuk mengatasi pandemi, salah satunya dengan pemberlakuan pembatasan sosial atau lockdown, yang secara langsung mengakibatkan terganggunya roda perekonomian.
“Kerja terbatas, transportasi terbatas, otomatis produktivitas dan produksi pangan berkurang. Gangguan transportasi akan mengganggu juga ekspor impor, tambahan lagi nilai dolar meningkat dan nilai rupiah anjlok sehingga impor mahal dan permintaan ekspor menurun,” jelasnya.
Menghadapi persoalan ini, ia menyebut pemerintah perlu meningkatkan kemandirian pangan. Saat ini hampir semua sektor pangan utama Indonesia masih mengalami defisit, seperti gandum, gula, kedelai, jagung, bawang putih, bawang bombai, cabai, telur, daging, dan lainnya.
Karena itu, Indonesia perlu meningkatkan produksi pangan dalam negeri serta membangkitkan kembali target pencetakan sawah yang selama ini masih mengalami kegagalan, di samping mendorong adanya lumbung pangan di daerah.
“Gudang Bulog sangat tidak cukup untuk cadangan pangan. Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong adanya lumbung pangan mulai dari RT/RW, pedukuhan, kelurahan, dan seterusnya,” ungkapnya.
Selain itu, masyarakat juga perlu diberikan sosialisasi mengenai program pemerintah yang menjamin tersedianya bahan kebutuhan pokok tersebut. Pemerintah harus bisa menyakinkan masyarakat, dan keberadaan lumbung pangan menurutnya akan membantu memberikan keyakinan tersebut.
Penulis: Gloria