Dikatakan Dra Indira Laksmi Gamayanti MSi, anak-anak penderita penyakit leukemia pada umumnya memiliki permasalahan psikologis. Dunia anak yang penuh aktivitas dan keceriaan berubah, demikian pula dengan aktivitas sosial, seperti bermain dan bersekolah.
“Anak dihadapkan pada rasa nyeri, prosedur medis untuk diagnosis dan pengobatan, serta rutinitas pengobatan lain seperti minum obat dan pemantauan obat di rumah sakit,â€ujar Indira Laksmi.
Staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UGM menyampaikan hal tersebut, saat ujian doktor bidang ilmu psikologi di Sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu, (7/10). Promovendus mempertahankan desertasi berjudul “Stres, Koping dan Pencapaian Adaptasi Anak Yang Menderita Leukemia Limfoblastik Akut,†bertindak selaku promotor Prof Drs Sutrisno Hadi MA dan ko-promotor Prof JE Prawitasari PhD serta Prof Dr dr Sutaryo SpA(K).
Aspek psikologis anak penderita leukemia, kata Indira Laksmi, perlu diperhatikan. Menurutnya, aspek ini memiliki peran tinggi dalam menunjang kelancaran proses pengobatan dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak setelah sembuh.
Sebagai seorang psikolog yang terlibat dengan anak penderita leukemia, hasil penelitian Indira Laksmi menunjukkan bahwa tingkat stress berpengaruh negatif terhadap koping. Semakin tinggi tingkat stress anak semakin rendah koping. Selain itu, koping berpengaruh positif terhadap pencapaian adaptasi.Perilaku koping memberi pengaruh positif terhadap pencapaian adaptasi.
“Manifestasi perilaku stres dan koping orang-tua mempengaruhi manifestasi perilaku stress dan koping anakâ€, tandas pengelola Instalasi Kesehatan Anak RSU Dr Sardjito Yogyakarta.
Ditambahkan Koordinator Tim Psikologi Pusat Pengkajian dan Pengamatan Tumbuh Kembang Anak (P3TKA), rasa sakit yang ditimbulkan oleh tindakan medis seperti fungsi lumbal dan aspirasi sumsum tulang merupakan sumber stress yang besar bagi anak. Anak takut pada tindakan medis yang menyebabkan anak menjadi takut pula terhadap dokter atau perawat.
“Hal ini tentu akan mempengaruhi proses pengobatan dan kondisi psikologis anak,†tukas Indira Laksmi, yang juga menjadi Sekretaris I Yayasan kanker Indonesia Cabang Yogyakarta.
Oleh karena itu, dirinya menyarankan bagi dokter dan perawat untuk lebih meningkatkan diri dalam kemampuan menjalin komunikasi dengan pasien serta bersikap empatik dan simpatik. Disamping itu, membuka kesempatan lebih luas bagi para psikolog untuk melakukan pendampingan dalam proses pengobatan, sejak awal pemeriksaan sampai anak penderita LLA dinyatakan sembuh.
“Sangat diperlukan sebuah tim terpadu, yang saling memahami dan menghargai sebagai sesama profesi dalam tugas dan peran masing-masing,†harap perempuan kelahiran Yogyakarta 13 Februar 1962, yang meraih predikat sangat memuaskan. (Humas UGM).