![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2020/05/21052015900258911296616768-825x421.jpg)
Dalam situasi keseharian maupun darurat bencana, data menjadi isu krusial terkait urusan kebijakan. Data menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan kebijakan maupun layanan sosial.
Menurut Dr. Arie Sujito, Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, terjadinya tumpang tindih dalam pengelolaan data dan data yang tidak kredibel menjadi kritik isu yang perlu mendapat perhatian. Kebijakan dan pengambilan keputusan lintas kementerian/ instansi yang berjalan dengan datanya sendiri-sendiri lantas merambat hingga tingkat desa dan kecamatan akan melahirkan kebijakan yang tidak efektif.
“Bahkan bisa-bisa melahirkan ketidakpercayaan dan kontroversi dengan segala risiko. Ancaman kegagalan kebijakan maupun langkah-langkah strategis pun rentan terhadap gejolak,”ucapnya, Selasa (19/5) sore pada diskusi daring bertema Datakrasi Dalam Kedaruratan Covid-19? yang diselenggarakan Departemen Sosiologi, Fisipol UGM.
Melihat kondisi tersebut, kata Arie, diperlukan pengelolaan data yang terintegrasi dan terkonsolidasi serta akuntabel untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang efektif bagi masyarakat. Sebab, jika arah kebijakan kerap berubah memunculkan keraguan bagi banyak pihak.
Arie mengatakan data yang tersedia saat ini tidak dapat digunakan secara efektif. Hampir semua kementerian/ instansi mengklaim pemilik data paling akurat dan ini berimplikasi masyarakat sipil dan pemerintah daerah tidak memiliki basis untuk melangkah secara meyakinkan.
“Ada godaan untuk terpeleset ke otoritarianisme, improvisasi-improvisasi yang dilakukan pun bisa berdampak buruk karena terlalu spekulatif,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Arie, datakrasi menjadi sebuah tantangan yang menarik bagi banyak pihak yang dituntut menguasai data berbasis kelola data para warga. Datakrasi ini merupakan sebuah proyeksi masa depan yang perlu disikapi sebagai kemungkinan cara-cara mengelola hidup.
“Sebagai tawaran tentu belum fix dan akan terus berkembang seiring berjalannya arus perubahan. Ini masih bisa didiskusikan, perguruan tinggi dan lain-lain perlu membahas ini sebagai bagian dari upaya strategis memperbaiki kualitas masyarakat berbasis data,” terangnya.
Sementara itu, Martin Suryajaya menambahkan datakrasi dibayangkan sebagai tata pemerintahan yang dikelola secara impersonal, tanpa individu ataupun kelompok pemimpin. Situasi datakrasi sepenuhnya berdasarkan kecerdasan buatan (artificial inteligent) dengan berbasiskan dataraya yang terhimpun dari seluruh aktivitas warga negara.
“Dengan artificial inteligent mustahil terjadi birokratisme dan korupsi. AI tidak punya kepentingan pribadi selain agregasi kepentingan semua warga negara,” katanya.
Martin menandaskan dalam masyarakat demokratis, peretasan data pribadi oleh pemerintah bermasalah karena itu akan dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan di belakang pemerintah. Tetapi dalam datakrasi tidak ada seorang pun berada di belakang pemerintah hanya mesin-mesin.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Okezone