Pascagempa bumi (27/5) lalu, tercatat ratusan bangunan kuno dan bersejarah di Kotagede mengalami kehancuran. Termasuk, 80 bangunan rumah joglo. Akibat peristiwa tersebut, banyak pemilik rumah kuno berniat menjual rumah kuno keluar Kotagede. Mereka merasa tidak sanggup lagi membangun rumah joglo seperti sedia kala.
Saat kunjungan Rektor UGM Prof Dr Sofian Effendi dan rombongan, Kamis, (19/10), terlihat kondisi bangunan sangat memprihatinkan. Banyak bangunan bernilai sejarah tinggi porak poranda belum dibenahi.
“Sayang sekali, kalau kecenderungan masyarakat akan menjual dan membeli rumah ke luar Kotagede,†ungkap Pak Rektor disela-sela kunjungan.
Pak Sofian berharap, agar cagar budaya Kotagede tidak diangkat keluar dari wilayah tersebut. Pusaka Budaya dari Kotagede ini, diminta tetap berada di tempatnya. Hal tersebut dilakukan, agar generasi sekarang dan generasi mendatang tetap bisa menikmati Budaya Kotagede dari masa ke masa.
“Kita akan mencari sponsor-sponsor yang akan memperbaiki rumah-rumah ini, sehingga pemilik itu tidak harus menjual. Karena kalau ini dibangun, dengan mengharap dana pemerintah yang Rp 30 juta itu, saya kira tidak cukup,†tambah Pak Sofian, yang didampingi Lurah Jagalan Kotagede Sholahuddin.
Sebelum itu, Rektor beserta rombongan berkesempatan mengunjungi Production Facility di Karangnongko, Tirtomartani, Kalasan, Kabupaten Sleman dan diterima Timo Idema Project Manager IOM dan Jules Korsten, Head of Sub Office IOM. Pabrik rumah yang didirikan IOM (Internasional Organisation of Migration) dan Fakultas Teknik UGM ini, merupakan pabrik penghasil kerangka rumah siap pakai bagi korban gempa (27/5).
Dari pabrik rumah ini, kata Jatmiko Adi Suryo, setiap hari dihasilkan 180 kerangka rumah dari bambu. Dengan demikian, setiap hari dikirim 180 unit kerangka rumah dan 180 unit rumah berdiri di lokasi gempa.
“Untuk satu rumah shelter dengan ditambah 5 sak semen dan pasir menghabiskan biaya Rp 1,2 juta. Bahkan belum lama ini, telah membangun ribuan rumah di Wukirsari, Imogiri dan sekarang merambah ke desa Trimulyo,†jelas Jatmiko Adi.
Sementara itu, Dr Nizam dari Fakultas Teknik UGM menjelaskan, bahwa rumah yang dibangun IOM bersama masyarakat, bersifat transisional temporary. Yaitu, rumah shelter yang bisa bertahan selama dua tahun lebih.
“Sampai mereka memiliki uang sendiri, tentu lebih baik tinggal di shelter daripada di tenda. Asal lantai tidak terendam air, maka rumah transisi bisa bertahan lebih dari dua tahun,†tambah Pak Nizam.
Sedangkan, Teguh Iman Prasetyo selaku Quality Control, menerangkan, IOM sampai saat ini masih membuka program pembangunan rumah bagi korban gempa. Bagi korban gempa yang belum menerima bantuan dari lembaga lain, bisa mengajukan proposal ke IOM untuk diberikan rumah shelter gratis.
“Cukup surat pengantar dengan cap Lurah, bisa diajukan ke IOM. Dari IOM nanti ada tim assessment, apakah mereka sudah pernah menerima sumbangan dari LSM lain atau belum. Khawatirnya nanti double. Sementara masyarakat lain, masih ada yang membutuhkan. Sebaiknya pengajuan secara berkelompok, satu RT dan sebagainya,†lanjut Teguh.
Pabrik Rumah IOM di Karangnongko, kata Teguh Iman Prasetyo, berencana membangun 14.000 unit rumah shelter. Saat ini, IOM membutuhkan informasi siapa-siapa yang seharusnya layak diberi bantuan rumah shelter.
“Kita masih menunggu, kita sudah bekerjasama dengan Gubernur DIY untuk memberikan arahan daerah mana yang tepat untuk diberikan bantuan rumah. Meski nanti sudah mendapatkan data, IOM juga akan melakukan survey sendiri dan menentukan yang berhak menerima,†tandas Teguh Iman Prasetyo.
Turut dalam rombongan, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Pengembangan Usaha Prof Dr Agus Dwiyanto, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Dr Chairil Anwar, Dr Nizam, Dr Ika Putra, Kepala HMK UGM Drs Suryo Baskoro MS dan staf pengajar Fakultas Teknik UGM (Humas UGM).